Senin, 02 Mei 2011

TEUNGKU MUHAMMAD ALI IRSYAD DAN PENDIDIKAN AKHLAKNYA


A.    Dasar-Dasar Pendidikan Akhlak
Menurut Teungku Muhammad Ali Irsyad dasar-dasar pendidikan akhlak yang pertama sekali harus diberikan oleh para orang tuanya di rumah, karena dari rumahlah awal dimulainya proses pendidikan. Para orang tualah yang mengarahkan anak-anaknya terutama yang masih kecil, ke arah jalan kebaikan dan kebahagiaan sebab anak yang masih kecil yang lemah jiwanya tidak mempunyai arah yang tertentu. Maka yang menentukan arah anak-anaknya adalah para orang tuanya.[1]
Dari rumah anak mulai menerima pendidikan akhlak mereka mulai melihat dan mendengar tingkah laku dari para orang tuanya. Jika kedua orang tuanya bertingkah laku dengan mempunyai akhlak, maka anak-anaknya kelakpun akan menjadi orang yang mempunyai akhlakul karimah yang baik, begitu juga sebaliknya. Jika kedua orang tuanya mempunyai akhlak yang buruk, anak-anaknya, seperti pepatah menyatakan bahwa “buah takkan jauh jatuh dari pohonnya”.
Para orang tua haruslah memperbaiki dirinya terlebih dahulu, supaya   anak-anak dapat mengambil contoh teladan yang baik agar dapat diikuti oleh anak-anaknya. Adapun cara awal yang harus dilakukan oleh para orang tua agar anaknya mempunyai akhlakul karimah dan beramal shalih diantaranya adalah para oran tua harus memelihara dirinya dari pada makanan yang haram serta juga minuman yang haram.
Makanan dan minuman yang haram sangat berpengaruh kepada jiwa seorang anak yang sedang berada dalam berbagai macam pertumbuhan baik akal, tubuh maupun perkembangan akhlak. Anak-anak akan mengikuti jejak dan langkah orang tuanya sebelum mengikuti jejak dan langkah temannya.
Seorang anak akan meniru apa yang  dikerjakan oleh orang tuanya dan meninggalkan apa yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Maka celakalah anak jika yang dikerjakan orang tuanya adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT seperti mencuri, menipu, meninggalkan shalat dan lain sebagainya.
Segala tingkah laku orang tua yang buruk atau yang baik dihadapan    anak-naka itulah yang akan dijadikan yang utama dan akan menetap di hati seorang anak.[2] Maka orang tua harus memberikan pendidikan akhlak yang baik kepada anak-anak ketika mereka berada di dalam rumah.

B.     Tujuan Pendidikan Akhlak
Dalam kitab Khuluqin ‘Adhim Teungku Muhammad Ali Irsyad memberikan penjelasan yang sangat mendalam mengenai tujuan pendidikan akhlak. Menurut beliau tujuan pendidikan akhlak adalah karena akhlak adalah salah satu sifat yang membawa menusia kepada perbuatan yang terpuji dan menjauhi daripada perbuatan yang dicela dan di caci.[3]
Menurut Teungku Muhammad Ali Irsyad akhlak merupakan perbuatan yang sangat penting yang harus dibekali segenap lapisan masyarakat. Manusia tidak akan mendapat kemuliaan dengan ketiadaan akhlak, sekalipun orang tersebut mempunyai kemegahan dan turunan. Ahli hukamah berkata bahwa “Kelebihan manusia adalah dengan akal dan akhlak, bukan dengan asal dan turunan karena sesungguhnya orang yang buruk akhlaknya hilanglah turunannya dan barang siapa hilang akalnya niscaya hilanglah asalnya”.
Budi pekerti yang baik, menghancurkan akan dosa seperti air yang menghancurkan batu. Begitu pula perangai yang buruk merusakkan ia akan amal yang baik, sebagaimana cuka merusakkan ia akan air madu. Kebahagiaan akan didapatkan dengan akhlakul karimah (akhlak yang baik). Sedangkan keburukan akhlak akan membawa kesempitan rizki dan membahayakan diri seorang manusia.
Pembinaan ummat disamping membina bermacam-macam bentuk berguna untuk kemakmuran dan kejayaan ummat. Pembinaan akhlakul karimah jangan dilupakan. Rasulullah SAW sebagai Pembina generasi yang bertawqa memberi contoh suri teladan yang sangat baik kepada ummatnya. Allah SWT menyuruh rasul-Nya supaya mengajak ummatnya untuk mengikuti jejak hidupnya.
Akhlak juga merupakan perhiasan diri Rasulullah SAW, nabi-nabi,    orang-orang yang mulai, orang-orang yang bijaksana dan lainnya. Sebab itulah mereka diikuti oleh ribuan manusia, dihormati, ditaati dan dituruti serta diamal dengan segala petunjuk dan pengajaran yang diberikannya seseorang yang dihormati karena kekayaan ataupun karena kekuasaan yang dimilikinya, suatu saat akan hilang apabila kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya hilang.
Jika seseorang memuliakan seseorang karena agama dan akhlak, maka itulah hal yang paling menggembirakan, ilmu dan akhlak adalah dua hal atau dua perbendaharaan yang tiada habis (hilang) dan dua lampu yang tidak akan padam serta dua pakaian yang tidak akan rusak. Barang siapa mendapat akan kedua hal ini niscaya mendapat petunjuk dan telah mengetahui akan jalan pulang ke akhirat dan hidup dengan hidup yang bahagia dalam keluarga dan masyarakat. Itulah kenapa Teungku Muhammad Ali Irsyad (Abu Teupin Raya) mengatakan bahwa tujuan dari pendidikan akhlak adalah untuk mewujudkan generasi yang bertaqwa kepada Allah SWT.[4]

C.    Metode Pendidikan Akhlak
Menurut Teungku Muhammad Ali Irsyad, jika seorang guru ataupun para orang tua hendak mengajarkan pendidikan akhlak terhadap anak didiknya, maka diperlukan metode yang tepat untuk memudahkan mereka dalam menyerap pendidikan akhlak. Beberapa metode tersebut antara lain yaitu:
Yang pertama sekali dengan memberikan contoh keteladanan terhadap anak didiknya. Seorang pendidik diibaratkan sebuah acuan untuk membuat roti, bagaimana bentuk dari acuan tersebut begitulah bentuk roti yang dimasukkan ke dalamnya, bagaimana akhlak guru begitulah akhlak murid yang diajarkannya.
Seorang anak didik sangat terpengaruh dan berpedoman kepada tingkah laku seorang guru yang mengajarkannya. Maka disini diperlukan seorang pendidik yang memberikan contoh teladan yang baik bagi anak didiknya, baik dari segi perkataan maupun perbuatannya, misalnya dengan bersikap rendah hati, bagus tingkah lakunya, menjauhkan sifat sombong dengan memandang diri lebih mulia daripada yang lain, sehingga terjadilah sifat takabur yang mengakibatkan tidak menerima nasehat atau petunjuk dari orang lain walaupun benar. Dengan demikian jadilah ia seorang guru yang dhalim.
Seorang anak lebih-lebih anak kecil, ia sangat mudah memperhatikan kepada perbuatan yang dikerjakan oleh guru dan kedua orang tuanya. Mereka sangat memperhatikan setiap perkataan dan perbuatan yang merela lihat dan mereka dengar. Hal-hal tersebut akan menetap dan meresap dalam hati dan jiwa mereka.
Orang tua yang bertanggung jawab akan mendidik anaknya menjadi generasi penerus yang bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia. Untuk mewujudkan generasi tersebut kedua orang tua haruslah terlebih dahulu memperbaiki diri sendiri supaya dapat diambil contoh teladan yang diikuti oleh anak-anaknya.
Yang kedua yaitu dengan menggunakan metode bercerita tentang      kisah-kisah yang mengandung pendidikan akhlak, kisah-kisah seperti ini sangat banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits, terutama sekali kisah Nabi Muhammad SAW, baik waktu beliau masih kecil sampai beliau wafat.
Bagi semua guru diharapkan untuk dapat menceritakan banyak kisah-kisah yang bermanfaat kepada anak didiknya, ini sangat membantu mereka untuk mendidik beberapa generasi mendatang. Mereka juga diharapkan untuk memperingatkan dari kisah-kisah buruk yang mendorong mereka melakukan pencurian, perbuatan-perbuatan keji, dan penyelewengan dalam berperilaku.[5]

D.    Macam-Macam Pendidikan Akhlak
1.      Akhlak kepada Allah SWT
Menurut Teungku Muhammad Ali Irsyad akhlak kepada Allah dimulai pertama sekali yaitu dengan bertaqwa kepada-Nya. Manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT ialah yang pertama sekali mengerjakan shalat karena orang yang mengerjakan shalat tahu bahwa shalat itu adalah tiang agama dan satu-satunya tanda bahwa orang tersebut beragama Islam.
Orang yang tidak mengerjakan shalat ia sudah berkhianat kepada Allah SWT tiga puluh empat kali dalam sehari semalam disebabkan ia meninggalkan sujud kepada Tuhannya tiga puluh empat kali. Iblis dikutuk oleh Allah SWT sebab tidak mau mengerjakan sujud sekali kepada Adam.
Menusia yang bertaqwa kepada Allah SWT juga mau mengerjakan perintah berpuasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat dari pada hartanya waktu sampai nisab menurut yang telah ditentukan dan mau mengerjakan haji dan umrah ke tanah suci makkah mukarramah. Berbakti kepada ayah dan ibu, berbuat baik kepada seluruh ahli keluarga, kepada tetangga dan kepada seluruh sahabat, kunjung-mengunjung di waktu sakit dan tolong-menolong diwaktu kesusahan.[6]
Manusia yang bertaqwa juga menghindarkan dirinya daripada segala pekerjaan yang keji dan tercela dalam agama, misalnya durhaka kepada kedua orang tua, memutuskan hubungan silaturrahmi, makan makanan yang haram, menganiaya sesama manusia dengan membunuh atau merampas hartanya, benci kepada orang yang berbuat baik serta menghalangnya untuk berbuat baik dan menjauh dari darpada ulama.
Yang lebih keji diantara semua itu juga harus ditinggalkan, misalnya mengupat, mengadu domba dan memfitnah. Mengupat adalah seorang muslim yang menceritakan saudaranya yang muslim ketika dia tidak ada dengan cerita yang tidak sukaianya dan dibencinya, baik secara lisan maupun tulisan ataupun secara sindiri.[7]
Mengadu domba adalah menyampaikan berita diantara dua orang dengan maksud merusak hubungan keduanya serta untuk menimbulkan permusuhan dan kebencian.[8] Sedangkan memfitnah adalah membawa berita bohong dan membuat kekacauan kepada seorang dengan maksud tidak baik dari sipembuat fitnah.[9] Nabi SAW, selalu memerintahkan kepada kita agar menghindari fitnah. Pepatah menyatakan: “Terpelesetnya lidah adalah ibarat terpelesatnya pedang”. Kerasnya ancaman dan siksaan Allah terhadap pelaku fitnah itu dikarenakan dampaknya yang sangat luas, termasuk timbulknya keresahan di dalam masyarakat.
2.      Akhlak Terhadap Rasul
Cinta kepada Rasul yang diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta untuk memberi petunjuk dan membersihkan hati manusia, mengajarkan Al-Qur’an dan kebijaksanaan, menduduki peringkat kedua setelah cinta kepada Allah SWT, karena Rasulullah merupakan ideal sempurna bagi manusia baik dalam tingkah laku, moral, maupun berbagai sifat luhur lainnya.
Allah SWT tidak membiarkan menusia itu hidup secara bebas dengan tidak ada peraturan atau undang-undang yang berlaku, karena hal demikian sangat merugikan dunia dan akhirat. Maka untuk mewujudkan peraturan itu Allah SWT mengutus Rasul-rasul-Nya yang ditugasnya untuk membimbing manusia ke arah hidup bahagia dan berguna sehingga mengerti perangai kemanusiaan yang harus dilaksanakan.
Oleh karena demikian, berhak atas kita menerima petunjuk dan mengambil  contoh teladan yang baik dalam segala tingkah lakunya, kerena beliau adalah seorang menusia yang maksum yaitu yang terpelihara dari segala kesalahan.[10]
Sebagaimana yang tertera dalam rukun syahadat yaitu:
a.       Mengisbatkan zat Allah SWT.
b.      Mengisbatkan sifatullah.
c.       Mengisbatkan af’alallah.
d.      Mengisbatkan kebenaran Rasulullah SAW.[11]
Di pihak kita selaku ummat Islam harus mendahulukan cinta kepada Rasulullah SAW dari pada cinta kepada ibu bapak, anak, saudara dan manusia lainnya. Haknya pun lebih utama sesudah hak Allah SWT dan begitu pula akhlak terhadapnya, karena ia yang membawa kita agama yang suci lagi benar yaitu agama Islam.
Dengan perantaraan rasul kita dapat mengenal Allah SWT, yang Maha Kuasa dan Esa, dapat membedakan yang halal dan yang haram, dapat mengetahui mana yang dilarang dan mana yang disuruh. Dengan adanya agama yang dibawa oleh Rasullah SAW keluarlah kita dari alam Jahiliyah dan menuju ke alam Islamiyah yang diridhai Allah SWT, kehidupan manusia di dalam alam kejahilan yang tidak beragama adalah seperti hidup binatang yang tidak ada pengembalanya.
Kita wajib bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan kita sebagai ummat Rasullah SAW, yang sangat mulia daripada semua rasul-rasul yang telah lalu. Rasulullah SAW adalah matahari yang menerangi  alam di waktu siang dan seperti bulan di waktu malam dan rasul-rasul yang lain adalah sebagai bintang yang bercahaya yang berkilau-kilau di angkasa raya.[12]
3.      Akhlak Terhadap Pendidik
Tugas menjadi pendidik adalah tugas yang sangat agung. Aktivitasnya adalah aktivitas yang paling mulia, apabila ia meyakini bahwa tugasnya itu dan hanya mengerjakan tugasnya itu ikhlas untuk Allah SWT, serta mendidik      siswa-siswanya dengan pendidikan Islam yang benar. Seorang guru adalah pendidik bagi generasinya. Padanya tertumpu baik dan buruknya masyarakat, karenanya apabila ia dapat melaksanakan kewajibannya dalam pengajaran, ikhlas dalam aktivitasnya, dan mengarahkan siswa kepada pendidikan agama serta perilaku yang baik, juga pendidikan yang baik siswa-siswanya dan pendidikan itu sendiri akan mendapat kebahagiaan dunia maupun akhirat.
Apabila seorang pendidik  melalaikan kewajibannya, mengarahkan    siswa-siswanya kepada penyelewengan, memiliki pondasi yang rapuh akhlak yang jelek, maka celakalah siswa tersebut dan celaka pula pendidiknya. Pendidik adalah pemimpin di sekolahnya dan ia bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada siswanya. [13]
Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat pelajar memahami dan menguasai materi pengajaran dan diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab untuk menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja, tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.[14]
Teungku Muhammad Ali Irsyad menjelaskan guru adalah penyambung lidah dari Rasulullah SAW untuk memperbaiki ummat umanusia dan menghiasi mereka dengan akhlakul karimah. Dari gurulah keluar suri teladan yang baik yang dapat dipedomani oleh generasi penerus sehingga mereka menjadi generasi yang bertaqwa kepada Allah dan generasi itulah yang dihajati oleh Islam.
Dengan perantaraan guru sebagai bapak rohani terjadilah hidup yang abadi bagi ummat manusi. Dalam suatu hadits Nabi SAW menerangkan bahwa apabila mati orang yang mengajari kebajikan menangis kepadanya burung dilangit dan binatang di bumi. Kebaikan seorang murid dan kemajuannya serta ketaqwaanya semuanya bersangkutan dengan guru yang mengajarnya.
Dengan demikian seorang guru harus memperbaiki dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum memperbaiki murid-muridnya sehingga jangan terjadi guru itu sebagai sumbu lampu yang membakar dirinya untuk menerangi yang lain sedangkan dirinya sendiri tidak mampu untuk diterangi.
Oleh karena itu perbaikilah diri kita dahulu, sebelum melakukan segala sesuatu terhadap anak didik. Lebih lanjut Teungku Muhammad Ali Irsyad menguraikan secara lebih rinci tentang akhlak yanh harus dimiliki seorang pendidik atau calon seorang pendidik sebelum ia mendidik anak didiknya.
Guru sebagai pendidik ummat manusia harus menjaga kewajibannya dan melaksanakan sebagai berikut:  
Kewajiban yang pertama sekali niat yang ikhlak menjunjung tinggi perintah Allah dan rasul-Nya sambil mensyukuri nikmat ilmu yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT kepadanya dan tetap mengharap balasan dari pada Allah SWT semata-mata karena ia tidak menyia-nyiakan amalan orang yang beramal dengan cara ikhlas. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat  Al-Kahf: 30
إِنَّ الَّذِيْنَ أَمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِِنَّا لاَنُضِيْعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلاً( الكهف: ٣٠)
Artinya:  Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shaleh tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan yang baik.(QS. Al-Kahf:30).

Kewajiban yang kedua, bertaqwa dan tetap tawakkal kepada Allah SWT supaya diaturkan segala sesuatu daripada kepentingannya yang diinginkan. Allah SWT suka memberi rizki kepada hamba-Nya dari arah yang tiada disangka, supaya diketahui oleh hambanya bahwa riski itu semata-mata karunia Allah bukan dari usaha hamba, hanya usaha itu sebagai sebab saja yang tidak memberi bekas satu apapun.
Kewajiban yang ke tiga, para guru sebagai pendidik rohani harus bersifat kasih-sayang kepada murid atau siswanya, bergaul dengan pergaulan yang lemah lembut dalam perkataan dan perbuatan serta menganggap muridnya atau siswanya sebagai anak kandung. Karena keridhaan serta kesukaan diantara guru dan murid adalah suatu sebab yang dapat menyegerakan terbuka pintu ilmu bagi seorang murid.
Ke empat, pelajaran yang diberikan kepada murid harus diatur terlebih dahulu, yang sesuai dengan umur dan pikirannya, sehingga jangan sampai    murid-murid benci kepada ilmu dan guru yang mengajarinya. Oleh karena itu pelajaran yang diberikan kepada murid harus secara bertahap.
Ke lima, jangan dipergunakan  waktu belajar untuk kepentingan yang lain, karena pekerjaan tersebut merugikan murid dengan tidak ada pelajaran pada waktu yang telah ditetapkan, dan juga membawa kepada malas murid pergi belajar dan hilang umurnya dengan sia-sia. Apabila seorang guru tidak sempat hadir, karena ada suatu hal, maka oleh guru hendaklah menyuruh yang lain untuk menggantikannya dalam melaksanakan kewajibannya.
Ke enam, apabila terdapat murid yang tidak cerdas dan lemah pemikirannya hendaklah dibimbing dengan berbagai macam cara, sehingga ia tidak putus asa dalam menuntut ilmu. Dan  terakhir seorang pendidik harus menjaga muridnya agar mempergunakan akhlakul karimah di tiap-tiap tempat. Umpamanya mempergunakan tangan kanan di waktu makan dan membuka       Al-Qur’an.
Ke tujuh, apabila datang waktu shalat hendaknya guru menjaga siswa supaya meninggalkan segala kegiatan apa saja demi untuk menunaikan kewajiban yang penting, dan ke delapan guru hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah SWT, supaya dijadikan muridnya atau siswanya menjadi hamba yang bertaqwa dan cinta kepada Allah SWT. Dengan berkat do’a guru seperti yang demikian itu jadilah mereka seorang ulama yang amalin dan auliak yang shalihin yang dapat membawa ummat membimbing ummat  ke dalam kebahagiaan dunia dan akhirat.[15]
4.      Akhlak Terhadap Anak Didik
Menurut Teungku Muhammad Ali Irsyad orang yang telah terbuka hatinya untuk menuntut ilmu itulah satu tanda yang bahwa orang tersebut diarahkan oleh Allah untuk kebahagiaan yang sangat bermanfaat dunia dan akhirat sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
عَنْ مُعَاوِيَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ يُرِدِ اللهُ خَيْرًا يُفَقِّهُ فِي الدِّيْنِ (متفق عليه)

Artinya:  Dari Mu’awiyah ra, berkata: Rasulullah SAW bersabda “Siapa yang dikehendaki baik oleh Allah SWT, maka Allah akan meluaskan pengetahuannya dalam hukum-hukum agama dan akan diilhamkan-Nya petunjuk di adalamnya (HR. Bukhari dari Muslim).[16]

Oleh karena sangat penting akhlakul karimah, lebih lanjut Teungku Muhammad Ali Irsyad menguraikan bagaimana akhlak terhadap anak didik, yaitu sebagai berikut:
Yang pertama, janganlah terlambat pergi ke tempat belajar pada waktu yang telah ditetapkan supaya jangan ada ketinggalan mendengarkan sendiri pelajaran yang diberikan oleh guru, karena jauh sekali perbedaan pelajaran yang dibaca sendiri dibandingkan dengan mendengarkan langsung dari gurunya. Ilmu itu juga hendaknya diambil dari mulut gurunya jangan diambil dari kitab atau bukunya sendiri karena ditakutkan akan beda penafsirannya.
Kedua, apabila seorang siswa atau murid pergi ke tempat belajar hendaknya berpakaian rapi, yang bersih dan jangan dengan kepala yang terbuka, serta di waktu masuk ke tempat belajar hendaknya memberi salam kepada gurunya dan juga menjabat tangan dengan gurunya. Jikalau gurunya terlambat datang karena ada suatu hal, maka murid-murid harus masuk ke tempat belajar, jangan berkeliaran di luar dan duduk dalam keadaan aman dan tentram, jangan membuat keributan ataupun dengan mengganggu teman-teman yang lain.
Ke tiga, waktu murid keluar menuju tempat belajar dibaca do’a ini, yaitu:
بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ وَلاَ حَولاَ وَلاَ قَوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ رَبِّ ذِدْنِيْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرحَمَ الرَّحِمِيْنَ
Artinya:  Dengan nama Allah aku berjalan, aku serahkan diriku kepada Allah, tiada yang menghindari dari kejahatan dan menguat di atas taat kecuali dengan pertolongan Allah. ya tuhanku tambahkan ilmu dan paham dengan rahmatmu wahai Tuhan yang sangat Penyayang dari peda segala yang penyayang.

Ke empat, waktu belajar hendaknya murid itu duduk dengan sopan serta diam seakan-akan dalam shalat, tidak boleh berpaling ke kiri dan ke kanan, dan tidak bolah berbisik-bisik dengan teman.
Ke lima, semua pelajaran yang diberikan oleh gurunya, harus diperhatikan dan dipahami benar-benar meskipun pelajaran itu sudah dapat dikuasai dan didengar seribu kali, karena barang siapa yang tidak ada ta’zim terhadap ilmu sesudah seribu kali, seperti ta’zimnya pada kali yang pertama, maka tiadalah ia dari pada ahli ilmu.
Ke enam, apabila seorang murid sudah mengerti dan dapat memahami ilmunya, harus baginya bersyukur serta memuji Tuhannya yang telah memberi pemahaman ilmu kepadanya. Sebagaimana yang dilakulan oleh Abu Hanifah bahwa beliau memperoleh ilmu dengan memuji dan bersyukur kepada Allah SWT karena tiap-tiap kali beliau memperoleh ilmu dan tidak dapat dipahaminya kecuali memuji Allah SWT, dengan mengucap “Alhamdulillah”
Ke tujuh, apabila murid belum mengerti tentang suatu pelajaran, maka harus bagi murid tersebut bertanya kepada gurunya secara sopan dengan meminta izin terlebih dahulu dengan cara tunjuk tangan supaya guru dapat mengulang dan menerangkan kembali dimana terdapat pelajaran yang belum di mengerti.[17]
5.      Akhlak Sesama Anak Didik
Siswa atau murid di masa belajar harus memilih kawan yang baik yaitu memiliki akhlak yang bagus, bersifat sopan santun, kelakuan yang lemah lembut, senantiasa merendah diri dengan siapa saja, tidak takabur, tidak sombong, rajin belajar, membantu kawan yang masih rendah ilmunya, dan membimbingnya sehingga ia jadi pandai. Orang seperti itulah yang patut dipilih untuk menjadi teman yang sebenarnya dan sangat berguna dan berbahagia semasa menuntut ilmu.
Perlu diketahui bahwa akhlak manusia adalah menurut akhlak kawannya. Kalau kawannya baik, iapun bakal baik, dan kalau kawannya jahat, iapun bakal jahat. Maka hendaklah kita melihat siapakah yang patut untuk dijadikan sahabat.
Persahabatan sangat besar pengaruhnya pada akhlak dan agama, karena tabi’at seorang manusia dapat mempengaruhi tabi’at manusia lainnya dengan sebab persahabatan yang kuat diantara keduanya. Sekiranya ada kawan itu jahat yang maka jauhilah dia dan bila ia mempunyai akhlakul karimah, maka jadikanlah ia sahabatmu.
Hal ini sesuai dengan yang diuraikan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin.[18] Bahwa ketika kita bersahabat dengan seseorang maka hendaklah kita memilih orang yang sifatnya sebagai berikut:
1.      Jika engkau membuat bakti kepadanya, ia akan melindungimu.
2.      Jika engkau rapatkan persahabatan dengannya ia akan membahas baik persahanatanmu itu.
3.      Jika engkau memerlukan pertolongan daripadanya dan sebagainya, ia akan membantumu.
4.      Jika engkau menghulurkan sesuatu kebajikan kepadanya ia akan menerima dengan baik.
5.      Jika ia mendapat suatu kebajikan daripadamu, ia akan menghargai atau menyebut kebajikanmu.
6.      Jika melihat sesuatu yang tidak baik darimu ia akan menutupnya.
7.      Jika datangsuatu bencana menimpa dirimu ia akan meringankan susahmu (membuat sesuatu untuk menghilangkan susahmu itu).

Jauhilah sahabat-sahabat yang suka membuat kecurangan, yang melanggar perintah agama seperti dengki kepada orang yang diberi nikmat oleh Allah SWT, berniat jahat kepada sesama manusia, khianat terhadap amanah dan lainnya.[19]
Semua hal tersebut dilarang oleh Allah SWT dan  Rasul-Nya, dan itu buka tanda orang Islam. Dalam kitab ‘Imaduddin disebutkan bahwa tanda Islam itu ada empat, yaitu:
1.      Merendahkan diri sesama Islam dengan tidak sombong dan takabur.
2.      Suci lidah dari pada dusta dan mencaci orang dan memakinya atau menuduhnya dan lain dari pada perbuatan kaji.
3.      Suci perut daripada makanan dan minuman  yang diharamkan dalam agama.
4.      Suci badan dari hadas besar, luba dan tama’.[20]
6.  Akhlak Ketika Berada di Majlis
Kalau kita hendak datang ke suatu majlis, maka yang pertama-tama yang harus dilakukan adalah dengan memakai pakaian yang bersih dan rapi serta yang lebih baik hendaknya memakai wangi-wangian, karena malaikat sangat suka kepada bau yang harum dan benci kepada bau yang busuk. Karena bau yang busuk dapat mengganggu ketenteraman majlis dan bau yang busuk pula dapat menyenangkan syaitan.
Apabila kita masuk dalam suatu majlis, hendaknya kita memberi salam dahulu kepada para jama’ah yang telah hadir, dan apabila hendak duduk perhatikanlah lebih dahulu mana tempat yang layak untuk diduduki, menurut keadaan kita sehingga jangan disuruh pindah ketempat duduk yang lain. Bila sudah mendapatkan tempat yang layak maka duduklah dengan teratur di tempat yang luas dan kosong sehingga tidak berdesakan dan menyempitkan orang lain, karena yang demikian itu mengganggu ketenteraman majlis. Sebagaimana firman Allah dalam kitab sucinya surat Almujadilah (58) : 11 sebagai berikut :
يَآَيُّهَاالَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ. وَإِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَاةٍج وَاللهُ بِمَاتَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ (المجادله:١١)
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu, dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha mengetahuan apa yang kamu kerjakan (Q.S. Al-Mujadilah:11)

Salah satu asbab an nuzul dari ayat di atas, adalah berkenaan dengan suasana di majlis ta’lim Rasul, dimana para sahabat berdesakan atau berebutan tempat untuk mendengarkan nasehat beliau. Akibatnya, sahabatyang datang terlambat tidak kebagian tempat. Maka Allah mendidik mereka, agar melonggarkan tempat bagi yang lain. Karena dengan demikian, Allah akan memperluaskan tempatnya di sorga.[21]
Dilarang duduk di tengah-tengah majlis karena membawa kepada membelakangi orang lain, labih-lebih lagi orang yang kita belakangi adalah orang terhormat, dan pekerjaan demikia membawa kepada benci para jama’ah. Di larang pula duduk diantara teman yang sedang berbicar sehingga terpisah diantara mereka berdua disebabkan perbuatan yang demikian kurang sopan.
Apabila seseorang sedang duduk pada satu tempat kemudian datang orang lain yang lebih utama maka hendaknya diberikan tempat duduknya kepada orang tersebut dengan segala keridhaan dan dengan senang hati untuk pindah. Begitulah tanda manusia yang berakhlak  mulia.
Dilarang juga duduk pada tempat orang yang pindah sebentar kerena ada sesuatu hal kemudian ia kembali lagi ke tempatnya, karena tempat itu terlebih patut untuknya, berdirilah apabila datang orang yang terhormat ke dalam suatu majlis untuk memberi kehormatan kepadanya. Begitulah Rasulullah SAW menyuruh sahabat anshar untuk berdiri waktu datang Sa’id bin Ma’ad.
Jangan diperlihatkan akhlak yangkurang sopan di dalam majlis yang terhormat seperti menjulurkan kaki, meletakkan dua tangan ke belakang, duduk secara mendirikan sebelah lutut, mencungkil hidung  atau telinga dan mencungkul gigi.[22]



[1]Muhammad Ali Irsyad, Khulukin…, hal. 133

[2]Ibid…
[3]Ibid…
[4]Ibid…
[5]Ibid…
[6]Ibid…
[7]Ibrahmim, M. Jamal, Penyakit-penyakit Hati, (Bandung, Pustaka Hidayah, 1995), hal. 82.

[8]Abdullah Bin Jarulah, Awas Bahaya Lisan, (Jakarta, Gema Insani, 1993), hal. 57.

[9]A. Abdurrahman Ahmad, Mu’amalah, Mu’syarah dan Akhlak, (Cirebon, Pustaka Nabawi, 1999), hal. 155.
[10]Ibid…

[11]Muhammad Ali Irsyah, Imaduddin,(Teupin Raya-Sigli, Darussa’adah, 1990). hal. 18.
[12]Ibid…
[13]Muhammad Bin Jamil Zainu, Solusi Pendidikan Anak Masa Kini, (Jakarta, Mustaqim, 2002), hal. 13.

[14]Rama Yulis Didakik Metodik, (Padang, Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1982), hal.91.
[15]Ibid…
[16]Ahmad Sunarto, MutiaraHadits Bukhari Muslim, (Surabaya, Karya Agung, 2007), hal. 400.
[17]Ibid…
[18]Imam Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, Upaya Menghidupkan Ilmu Agama,(Surabaya, Bindang Usaha Jaya, 2007), hal. 280.

[19]Ibid…

[20]Ibid…
[21]Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, (Cairo:Al-Haramain, tt), hal. 567

[22]Ibid…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar