Senin, 02 Mei 2011

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM PUASA RAMADHAN


 A. Sebagai Latihan Dan Pembiasaan.
 Yang belum atau tidak terbiasa, sungguh berat melaksanakan shaum ramadhan. Karena itulah, kita diajarkan untuk “berlatih” puasa (sunnah) pada bulan-bulan jelang ramadhan. Agar ketika baligh siap berpuasa penuh, anak-anak pun sebaiknya dilatih shaum pada Bulan Suci.
  • Dampak Positif Latihan Puasa Pada Anak-anak.
1. Lebih mengenal kewajibannya, berlatih sabar, kejujuran, serta kecerdasan emosional.
2. Meningkatkan kecerdasan sosial (empati, merasakan penderitaan orang lain dan berbuat untuk orang lain).
3. Meningkatkan kecerdasan spiritual, meningkatkan kesehatan fisik serta meningkatkan kedisiplinan melalui bangun pagi.
4.  Mematuhi aturan yang berlaku dalam beribadah puasa.
Kebanyakan anak harus lebih dulu dikondisikan dan didorong untuk mencintai puasa. Kalau perlu ada reward and punishment. Ini wajar, mengingat mereka berada di usia perkembangan. Tidak ada batasan usia yang jelas kapan anak mampu berpuasa. Terkadang ada yang berusia 5 tahun sudah mampu berpuasa sehari penuh, tapi ada yang berusia lebih besar belum kuat untuk berpuasa.
  • Tahap Persiapan.
 Tanamkanlah kecintaan pada Ramadhan, dengan cara membacakan cerita-cerita Ramadhan dari buku atau pengalaman orang tua di masa kecil. Buat suasana rumah lebih semarak untuk menyambut Ramadhan, semisal dengan hiasan karya sekeluarga. Sekolah islam atau TPA, biasanya juga menyelenggarakan pawai marhaban ramadhan untuk menyemarakkan suasana.
  • Tahap Pelaksanaan.
1. Sahur Seru : Untuk lebih bersemangat bila misalnya kita undang sepupu atau teman dekatnya untuk bermalam di rumah dan sahur bersama. Juga menyediakan makanan istimewa yang disukai anak.
2. Puasa Gembira : Alihkan perhatian anak dari rasa lapar dan haus pada jam-jam “kritis” dengan bermain ringan, tidur, atau bersilaturrahmi kepada teman dan kerabat yang juga berpuasa. Disamping itu lama waktu anak berpuasa dapat dibuat bergradasi, misalnya diawali dengan puasa beberapa jam dan semakin hari semakin meningkat sehingga dapat digenapkan hingga adzan maghrib. Sebenarnya secara lahiriah anak sudah diberikan kekuatan oleh Allah untuk menahan lapar, untuk itu ayah bunda perlu lebih sabar dalam memotivasi dan tidak mudah menyerah mendengar rengekan ananda meskipun tidak boleh juga terlalu memaksa.
3. Berbuka Sehat : Pilihlah makanan yang sehat sesuai dengan anjuran ahli gizi. Saat berbuka pilihlah makanan yang istimewa meskipun tidak harus mahal dan jadikan saat berbuka sesuatu yang istimewa, syahdu dan harmonis di tengah keluarga.
  • Tahapan Penguatan.
Berapapun jumlah harinya anak harus dapat berpuasa, apakah dapat dilakukannya sehari penuh atau tidak anak tetap harus di hargai. Hadiah yang diberikan tidak perlu selalu dalam bentuk materi namun memang sebaiknya yang bermakna dan diharapkan oleh anak. Perlu pula diceritakan betapa ruginya orang yang tidak berpuasa dan betapa berharganya hari kemenangan di idul fitri sebagai hari kemenangan bagi orang yang berpuasa. Ayah bunda hanyalah manusia yang sedang berusaha menjalankan amanah Allah dalam bentuk melatih anak hingga akhirnya menjadi manusia yang dapat menjalankan ibadah puasa dengan baik. Dengan motif yang lurus dan usaha memperlancar proses perkembangan anak anda dan dilengkapi dengan doa kepada sang pencipta dan penentu segala, maka atas izin-Nya proses yang alamiah ini dapat terlaksana dengan mulus.

B. Menumbuh Kembangkan Kepekaan Sosial.

Setiap manusia pada dasarnya diberikan kecintaan terhadap harta benda sebagai bagian dari naluri mempertahankan diri ( gharizah baqa' ). Kecintaan ini memicu lahirnya sikap bakhil ( pelit dan kikir ) serta individualis, mementingkan diri sendiri dan enggan berbagi. Salah satu diantara sekian hikmah dan rahasia puasa ialah memupuk solidaritas, persamaan derajat, kasih sayang, tepa selira, kepeduliaan sesama dan kesetia kawanan sosial. Tidak hanya dalam bentuk teori dan kata-kata belaka namun aksi dan praktik langsung. Denagan hikmah dan rahasia ini, manusia dilatih untuk dapat meminimalisasi sikap bakhil dan individualis dalam dirinya sehingga dia mau berbagia dengan orang lain, walau kesukaan terhadap harta benda hakikatnya adalah naluri.
Seperti kita ketahui, sebagian masyarakat terdiri dari golongan dhuafa an mustahd'afin. Meraka apakah yang lemah karena faktor kultural atau struktural mengalami kesusahan da penderitaan hidup. Setiap hari mereka menahan lapar dan dahaga, sementara bekal makanan tidak ada sama sekali kalau tidak menipis. Puasa baginya dalah halal yang wajar yang dialami mereka sehari-hari. Ditambah lagi ketika berpuasa ia tidak bisa turut bersuka cita saat berbuka  kecuali sekedar syukur ditengah sebagian masyarakat merayakan buka puasa dengan pesta, mereka kaum dhuafa dan mustadh'afin sangat membutuhkan kasih sayang dan kepedulian.
Denagan puasa orang-orang kaya akan merasa betapa sakit dan perihnya menahan lapar, padahal itu hanya sementara waktu. Perasaan ini akan mengingatkan mereka kepada sebagian saudaranya yang dhuafa dan mustadh'afin yang senantiasa merasakan lapar dan dahaga sepanjang waktu.
Banyak orang yang menyerukan solidarita sosial, namun banyak pula yang hanya sebatas retorika, teori, aksesoris dan kata-kata belum pada tahapan aksi dan praktik langsun. Disinlah nilai kelebihan dari puasa sebagai mana dibuktikan oleh Nabiyullah Yusuf a.s. Rasul Saw sendiri jika berpuasa ramadhan kedermawanan beliau bertambah luar biasa. Apalagi usai berjumpa dengan malaikat jibril untuk menerima wahyu. Para sahabat menggambarkan kemurahan tangan beliau melebihi cepat dan indahna tiupan angin.
Aksi dan praktik langsung solidaritas sosial pada waktu puasa diantaranya adalah sebagai berikut:
Memberikan makanan berbuka ( ifthar )kepada orang-orang yang berpuasa. Rasulullah Saw bersabda:
من فطر صا ئما كا ن له مثل أجره غير انه لا ينقص من اجر الصا ئم  شيى ء   ( رواه التر مذى )[1]
Artinya: "Barang siapa memberikan makan berbuka kepada orang yang berpuasa maka baginya pahala serupa yang diberikan kepada orang yang berpuasa. Hanya saja pahala orang yang berpuasa tidak terkurangi sedikit pun." ( H.R. Turmuzi).

Memberikan zakat fitrah. Zakat yang diberikan kepada fakir miskin ada kaitannya khusus dengan puasa, yaitu sebagai penambal berbagai kesalahan (dosa-dosa kecil) selama menjalani puasa, sebagai mana hadits nabi Saw:
فر ض رسو ل الله صلى الله عليه وسلم زكا ة الفطرطهرة للص ئم من اللغو والر فث و طعمة للمسا كين ( رواه أبو داود )[2]
Artinya: "Rasulullah Saw, menetapkan zakat fitrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari perbuatan dan perkataan buruk serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin." (H.R. Abu Daud).

Memperbanyak sedakah, yaitu memberikan bantuan. Bedanya dengan zakat, sedakah tidak terikan oleh aturan tertentu. Sebagai mana sabda Nabi Saw:
افضل الصدقة صدقة فى رمضان ( رواه التر مذى )[3]
Artinya: "Sebaik-baik sadakah di bulan ramadhan." ( H.R. At-Turmuzi)
Menyegerakan zakat maal. Zakat maal umumnya diberikan jika panen (menuai hasil) ibarat bidang pertanian, gaji dan honorarium atau telah cukup hitunga setahun (haul) ibarat bidang perdagangan. Dalam rangka meraih kemuliaan bulan ramadhan, pengeluaran zakat maal ini bisa disegerakan,. Rasulullah Saw bersabda:
حصنوا اموالكم با از كاة وداووا مر ضاكم با لصدقة واستقبلوا امواج البلاء با لد عا ء والتضر ع ( رواه أبو داود )[4]
Artinya: "Pelihara hartamudengan zakat. Obati orang-orang sakitmu dengan sadakah dan hadapi datangnya gelombang bencana dengan do'a dan tadharru' (rendah diri)." (H.R. Abu Daud).

Ditetapkannya membayar fidyah bagi orang-orang yang tidak menjalan puasa karena tidak mampu atauberat oleh karena suatu sebab yang tidak dapat dihilangkan. Mereka boleh tidak berpuasa dan tidak usah mengganti pada hari yang lain namun cukup membeyar fidyah, yaitu memberikan makan saru mud (6ons) setiap hari kepada orang miskin. Allah Swt berfirman:
فمن كان منكم مر يضا أو على سفر فعد ة من أيام أخر وعلى الذ ين يطيقو نه فد يه طعام مسكين... ( البقرة:     )
Artinya: Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin…(Al-Baqarah: 184)

Kaum dhuafa dan mustadh'afin (proletar) sebenarnya memiliki jasa materil maupun non materil yang besar bagi tata kehidupan didunia ini, khususnya bagi orang-orang kaya. "Orang kaya membutuhkan karyawan dan buruh untuk membantunya yang umumnya terdiri dari orang-orang lemah dan miskin. Mereka bisa kaya dan mampu atas sokongan dan jerih payah orang-orang lemah itu."[5] Kaum dhuafa dan mustadh'afin juga memberikan jasa non materil kepada orang-orang kaya yang justru lebih berharga dibandingkan jasa meteri . Atas dasar ini semestinya keberadaan kaum dhuafa dan mustadh'afin yang penting ini perlu diperhatikan dengan menumbuhkan sikap peduli, belas kasih solidaritas, setia kawanan dan semacamnya untuk mengangkat dan mengentaskan mereka yang menjadi sendi kemakmuran dan keadilan. Dengan kepeduliaan rasanya tidak terjadi kesenjangan atau gap yang kian hari makin terbuka melebar atar kaum borjunis dan kaum proletar yang memicu lahirnya krisis dan keterbelakangan.
Bila terjalin hubungan yang serasi antara kaum dhuafa dan mustadh'afin, Allah Swt dan Rasul saw memberikan jaminan bahwa masyarakat dengan itu akan kemajuaan, keadilan dan kemakmuran, tidak akan terjadi krisis, keterbelakangan dan kemerosotan, berkah doa-doa makhluk di langit, bila dimasyarakat terjadi krisis, keterbelakangan dan kemerosotan berkepanjangan, agaknya ada sendi keadilan dan kemakmuranyang terabaikan yaitu kepeduliaan sosial. Rasulullah saw bersabda:
الرا حمهم ن يرحمهم الرحمن ارحموا من فى الارض ير حمكم من فى السما ء  ( رواه البخا رى)[6]
Artinya: Orang-orang yang belas kasih akan dikasihi oleh Allah zat yang pengasih. Berlaku belas kasih kepada makhluk di langit akan berlaku belas kepadamu." (H.R.Bukhari)
Kepeduliaan merupakan ajaran universal artinya masyarakat mana pun terlepas apa agamanya kalau melakukan kepeduliaan, niscaya adil dan makmur. Sebaliknya masyarakat sekalipun muslim kalau kepedulian tidak ditegakkan akan terjauh dari cita adil dan makmur.

C. Membentuk Pendidikan Akhlak.

Keluarga memiliki sejumlah fungsi, yakni fungsi biologis, religius, edukatif, sosial dan ekonomi. Dengan demikian, tugas orang tua sangat berat berkaitan dengan pencapaian fungsi-fungsi tersebut. Kesejahteraan di bidang ekonomi yang merupakan cermin fungsi ekonomi, tidak akan cukup untuk menjadikan putra-putri kita tumbuh menjadi manusia taqwa yang melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah.
Taqwa yang merupakan derajat tertinggi dari keislaman seseorang, harus selalu kita upayakan tercapai dalam keluarga. Selain memenuhi kebutuhan fisik dasar putra-putri, pasangan suami istri atau orang tua harus mampu menciptakan keluarga sakinah, mawaddah warahmah lewat pembinaan ketaqwaan kepada semua anggota keluarga.
Anak sebagai salah satu dari berbagai amanah yang dibebankan Allah Swt kepada orang tua, harus kita besarkan lewat pendidikan dan pengarahan dengan landasan ajaran Islam. Sebagai orang tua, kita harus selalu ingat firman Allah Swt.
يأيهاالذين ءامنوا قواأنفسكم واهليكم نارا... ( اطّهْريم:       )
Artinya: "Wahai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari (bahaya) api neraka"… (Q.S. Attahrim; 6).

Ayat ini merupakan landasan untuk mengajari dan mendidik anggota keluarga, menyuruh mereka kepada ketaatan dan amar ma'ruf nahi mungkar. Kepala rumah tangga mempunyai kewajiban untuk mendidik dan membimbing istri dan anak-anaknya untuk menuju pemahaman islam yang benar. Kepala rumah tangga harus dapat mendorong semangat keluarganya bila didapatinya mereka malas dalam melakukan ketaatan kepada Allah Swt. Janganlah seorang kepala rumah tangga membiarkan dirinya lemah, tidak berani menegur anak-isteri ketika jatuh kedalam Lumpur maksiat.
Dalam hal ini, menata waktu dalam membina keluarga sangatlah penting. Dalam bulan ramadhan pendidikan bisa dilakukan setelah makan sahur, buka puasa atau waktu-waktu lain. Namun satu hal yang penting, ilmu-ilmu yang semestinya kita sampaikan adalah suatu yang sangat bermanfaat, sebagai bekal kehidupan.

وليخش الذين لوتركوا من خلفهم ذرية ضعفا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقو لواقولا سديدا  ( انّسء:      )
Artinya: Dan "Hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan akan keturunan lemah yang merasa khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh karenanya, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (Q.S. An- Nisa': 9).

Dalam mendidik anak ada tiga macam sasaran pokok. Pertama, memberikan dasar pegangan hidup. Kedua, mengisi dengan ilmu pengetahuan. Ketiga atau terakhir, membina atau membentuk akhlakul karimah. Bulan ramadhan merupakan bulan suci penuh berkah dan pengampunan. Karena itu, bulan suci ini bisa dijadikan sebagai sarana untuk mengintensifkan pemberian pegangan hidup dan pendidikan akhlak yang baik terhadap seluruh anggota keluarga, termasuk pendidikan bagi anak-anak.
Pendidikan pada bulan puasa seyogyanya lebih dititikberatkan dalam bentuk pemberian contoh-contoh tindakan aktual disertai penjelasan terhadap tiap perilaku orang tua, tanpa nuansa yang bersifat indoktrinatif atau perintah bagi semua ibadah yang kita kerjakan. Dasar-dasar pegangan hidup bisa diterjemahkan antara lain dalam bentuk kegiatan shalat maghrib, isya, dan tarawih berjamaah seluruh anggota keluarga, pasca berbuka. Selanjutnya, perlu disediakan waktu khusus bersama anak-anak membaca ayat suci Al-quran diikuti penjelasan makna dan pahala.
Mendengarkan dan membaca ayat-ayat suci akan menumbuhkan perasaan cinta yang terpatri kepada Alquran. Contoh lain adalah pembayaran zakat fitrah, sedekah, infak, dan zakat mal. Anak bisa diminta membantu menghitung nilai zakat-zakat yang harus dikeluarkan oleh keluarga. Kemudian anak-anak diminta untuk memilih calon penerima dan mengirimkannya.
Dalam situasi ini, orang tua menyisipkan perintah Allah Swt terhadap semua tindakan atau kewajiban yang digariskan agama dan harus dipenuhi atau dilakukan suatu keluarga. Dalam tindakan ini, secara tidak terlihat orang tua menanamkan arti penting pelaksanaan perintah Allah Swt, serta kejujuran, keikhlasan, dan ketulusan untuk berbagi rezeki dengan orang lain.
Anak dapat diberitahu bahwa pelaksanaan perintah Allah Swt ini mengajari pula kejujuran karena kalau orang tua tidak, tidak ada orang yang tahu dan tidak ada hukuman atau teguran yang akan diterima di dunia ini. Pahala atau hukuman Allah Swt akan kita peroleh di akhirat nanti. Ketaatan kepada perintah Allah Swt akan diikuti dengan ketaatan lain yang diperlukan dalam hidup.
Di bidang akhlak karimah, puasa menjadi tempat yang sangat relevan untuk pendidikan disiplin, kesetiakawanan sosial, kasih sayang terhadap orang lain, dan sifat santun serta murah senyum. Disiplin dalam menahan rasa lapar hingga beduk berbuka dan melaksanakan shalat tepat waktu, merupakan contoh yang baik untuk berdisiplin di bidang waktu.
Bila kedisplinan yang dimulai dari perilaku saat puasa dilakukan dari tahun ke tahun, dia akan menjadi bagian dari perilaku anak untuk berdisiplin di bidang lain, misalnya ketaatan terhadap peraturan lalu lintas atau perundang-undangan, disiplin waktu dalam memenuhi perjanjian, dan disiplin melaksanakan tanggung jawab atau pekerjaan yang diembannya.
Orang tua yang menunjukkan sifat santun dan mampu mengendalikan kemarahan dalam kehidupan sehari-hari pada saat puasa, menjadi contoh baik bagi anak-anak. Tidak ada seorang anak yang tumbuh di dalam keluarga santun dan penuh kasih sayang, akan menjadi manusia dewasa egois, kasar, dan mau menang sendiri.
Lapar dan haus sebagai akibat puasa dimaksudkan melatih seorang anak untuk turut merasakan nasib orang yang keadaan ekonominya tidak semujur keluarga. Dari rasa haus dan lapar itu, tumbuh rasa setia kawan, sayang, peka terhadap penderitaan orang lain, dan belas kasih kepada mereka yang kurang beruntung. Pada situasi demikian ini, sangat tepat dan relevan bila orang tua menekankan makna yang terkandung dalam Surat Al Ma'uun: 1-3 yang berbunyi:
أرءيت الذي يكذب بالدين ‘ فذ لك الذي يدع اليتم ‘ ولا يحض على طعا م المسكين (  المعون:      )
Artinya: "Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah meraka yang menghardik anak-anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin". ( Q. S. Al-Ma'un: 1-3).

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat adalah unsur utama suatu negara. Keluarga adalah sekolah pertama dan utama, tempat anak-anak bangsa belajar. Apabila keluarga-keluarga tumbuh menjadi satu unit yang taqwa kepada Allah dalam kehidupan santun, penuh kasih sayang, dan toleransi, akan muncul suatu negara yang insya Allah diridai dan diberkahi-Nya. Saat bangsa kita dilanda kekerasan, keberingasan, egoisme individu maupun kelompok, dan pelebaran jurang kaya-miskin, muncul pertanyaan, "Apakah semua ini merupakan gambaran kegagalan sebagian besar kita atau orang tua dalam membentuk pribadi dengan akhlak yang mulia atau baik?"
Tujuan menghalalkan segala cara, pendewaan terhadap materi, dan kenikmatan (hedonisme), gila kekuasaan, ingin menang, dan selalu merasa benar, berkembang dengan subur di negeri tercinta. Maka pada bulan suci yang penuh berkah dan pengampunan, kita perlu melakukan introspeksi terhadap keluarga masing-masing, dengan pertanyaan apakah kita sudah membina anak-anak kita dengan memakai Alquran sebagai pedoman utama. Walaupun pendidikan anak di dalam keluarga berlangsung sepanjang waktu hingga anak menjadi dewasa dan meninggalkan orang tua, bulan puasa adalah bulan paling tepat untuk intensifikasi pendidikan anak berbasis agama lewat contoh-contoh yang konkret. Intensifikasi pendidikan berbasis agama di bulan ramadan yang dilaksanakan dengan sepenuh hati, seyogyanya berlanjut ke bulan-bulan lain. Apabila semua keluarga melaksanakannya, insya Allah negara tercinta ini dapat bangun menjadi bangsa yang sejahtera, bermartabat, santun, dan diridai Allah Swt.

D. Mewujudkan Pendidikan Kesatuan Ummat
Merasakan lapar dan haus juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain. Sebab pengalaman lapar dan haus yang kita rasakan akan segera berakhir hanya dengan beberapa jam, sementara penderitaan orang lain entah kapan akan berakhir. Dari sini, semestinya puasa akan menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas kita kepada kaum muslimin lainnya yang mengalami penderitaan yang hingga kini masih belum teratasi, seperti penderitaan saudara-saudara kita di Ambon atau Maluku, Aceh dan di berbagai wilayah lain di Tanah Air serta yang terjadi di berbagai belahan dunia lainnya seperti di Chechnya, Kosovo, Irak, Palestina dan sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai simbol dari rasa solidaritas itu, sebelum Ramadhan berakhir, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan-persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tapi juga bagi kita yang mengeluarkannya agar dengan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah berfirman:
خذ من اموالهم صد قة تطهرهم وتزكيهم بها وصل عليهم ان صلا تك سكن لهم والله  سميع عليم  ( التو ية :        )
Artinya; Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan serta mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.s.Attaubah; 103).

 zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda, zakat itu juga menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka serta memperkembangkan harta benda mereka.
E. Melahirkan Kesehatan.
Pada puasa itu terkandung kesehatan yang besar dengan semua maknanya, baik kesehatan badan, perasaan, maupun rohani. Dengan demikian, puasa dapat memperbaharui kehidupan seseorang dengan diperbaharuinya sel-sel dan dibuangnya sel-sel yang sudah tua dan mati serta diistirahatkannya perut serta organ pencernaan. Puasa juga dapat memberikan perlindungan terhadap tubuh, membersihkan perut dari sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna juga dari kelembaban yang ditinggalkan oleh makan dan minuman.
Disamping kesehatan dan kekuatan rohani, puasa yang baik dan benar juga akan memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani. Hal ini tidak hanya dinyatakan oleh Rasulullah Saw, tetapi juga sudah dibuktikan oleh para dokter atau ahli-ahli kesehatan dunia yang membuat kita tidak perlu meragukannya lagi. Mereka berkesimpulan bahwa pada saat-saat tertentu, perut memang harus diistirahatkan dari bekerja memproses makanan yang masuk sebagaimana juga mesin harus diistirahatkan, apalagi di dalam Islam, isi perut kita memang harus dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk air dan sepertiga untuk udara.
Banyak para dokter menyebutkan berbagai manfaat puasa, diantaranya adalah bahwa puasa dapat mempartahankan kelembaban insidentil sekaligus membersihkan pencernaan dari racun yang ditimbulkan  oleh makanan yang tidak sehat, serta mengurangi lemak diperut yang sangat berbahaya bagi jantung, yang ia sama seperti pengasingan kuda yang akan dapat menambah kekuatannya untuk bergerak dan Sedangkan kesehatan rohani yang ditimbulkan oleh puasa adalah berupa bimbingan yang diberikan kepada orang-orang yang berpuasa karena Allah, mengetahui tujuan dari penciptaan manusia, mempersiapkan manusia untuk mengambil semua sarana taqwa yang akan melindunginya dari kehinaan, kerendahan, kerugian dunia dan akhirat. Yang pada akhirnya hati mereka terhindar dari penyakit shubhat dan sahwat yang menimpa banyak orang[7].
Manfaat puasa lainnya adalah membuat seorang hamba dapat memahami dirinya sendiri dan juga kebutuhanya, kelemahan dan kebutuhan dirinya terhadap Rabb-nya. Juga mengingatkan diri akan keagungan nikmat yang telah diberikan Allah, serta mengingat juga akan kebutuhan saudara-saudaranya yang hidup miskin, sehingga mengharuskan dirinya untuk bersyukur kepada Allah sekaligus memohon pertolongan agar dilimpahkan berbagai nikmat untuk selalu mantaatinya serta mengasihi saudara-saudaranya yang hidup miskin sekaligus dapat berbuat baik kepada mereka.

F. Puasa Sebagai Pendidikan Perubahan.

Puasa ramadhan adalah pengendalian diri dari hal-hal yang pokok seperti makan dan minum. Kemampuan kita dalam mengendalikan diri dari hal-hal yang pokok semestinya membuat kita mampu mengendalikan diri dari kebutuhan kedua dan ketiga, bahkan dari hal-hal yang kurang pokok dan tidak perlu sama sekali. Namun sayangnya, banyak orang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang sebenarnya pokok, tapi tidak dapat menahan diri dari hal-hal yang tidak perlu, misalnya ada orang yang mengatakan: "saya lebih baik tidak makan daripada tidak merokok", padahal makan itu pokok dan merokok itu tidak perlu.
Kemampuan kita mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak benar menurut Allah dan Rasul-Nya merupakan sesuatu yang amat mendesak, bila tidak, kehidupan ini akan berlangsung seperti tanpa aturan, tak ada lagi halal dan haram, tak ada lagi haq dan bathil, bahkan tak ada lagi pantas dan tidak pantas atau sopan dan tidak.
Yang jelas, selama manusia menginginkan sesuatu, hal itu akan dilakukannya meskipun tidak benar, tidak sepantasnya dan sebagainya. Bila ini yang terjadi, apa bedanya kehidupan manusia dengan kehidupan binatang, bahkan masih lebih baik kehidupan binatang, karena mereka tidak diberi potensi akal, Allah berfirman:
 ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجنّ والإ نس‘ لهم قلو ب لا يفقهو ن بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم ءاذان لا يسمعون بها‘ أولئك كا لا نعام بل هم اضل‘ أو لئك هم الغا فلون (لا عراف :      )
Artinya: Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai. (Q. S. Al-A'raf: 179).


Dengan demikian, harus kita sadari bahwa Ramadhan adalah bulan pendidikan dan latihan, keberhasilan ibadah Ramadhan justeru tidak hanya terletak pada amaliyah Ramadhan yang kita kerjakan dengan baik, tapi yang juga sangat penting adalah bagaimana menunjukkan adanya peningkatan taqwa yang dimulai dari bulan Syawal hingga Ramadhan tahun yang akan datang
Diantara manfaat puasa adalah sebagai sarana menyiapkan seorang muslim dengan kekuatan yang menjadikannya mampu untuk melakukan perubahan pada dirinya sendiri. Dia dapat melakukan latihan melalui puasa sehari-hari sehingga dia dapat menahan diri dari setiap yang dia sukai dan cintai.  Dan dia akan katakan kepada penguasa nafsu dan syahwat untuk tidak akan pernah mengikutinya. Sungguh jawaban yang hebat ini jika berada dalam keridhaan Allah, berarti ia telah berhasil mewujudkan kehormatan dan kedudukan yang tinggi atas syahwat serta ketamakannnya.
Yang demikian itu karena puasa merupakan sarana pengemblengan kekuatan fisik yang mengharuskan pelakunya harus menempuh satu manhaj (metode) tersendiri dalam kehidupannya, dimana tiang penyangganya berupa ketegaran, larangan dan bersabar atas pahit getirnya rasa lapar dan panasnya rasa kehausan, kelelahan fisik dalam mengendalikan diri serta menahan hawa nafsu dan mengekang keinginannya, seakan–akan seorang muslim yang berpuasa itu seorang tentara yang siap mendengar dan mentaati serta menjalankan perintah Rabb-nya tanpa penolakan dan pembangkangan.
Puasa dapat memperkuat keinginan, mendorong kemauan, mengajarkan kesabaran, membantu menjernihkan pikiran, menghidupkan pemikiran, mengilhami pendapat yang cerdas, jika seorang yang berpuasa akan dapat melangkah ke fase relaks, serta melupakan berbagai rintangan yang muncul akibat waktu luang  dan terkadang keterputus asasaan. Sehingga dengan demikian itu dia telah menjadi seorang anggota masyarakat yang dinamis, melakukan perbaikan dan tidak melakukan penghancuran.
Ketika suatu bangsa memiliki keinginan yang kuat dan besar, maka dia tidak akan memperkenankan aggressor atau penjajah untuk menginjakkan kaki ketanahnya atau ikut campur dalam menentukan perjalanan hidupnya. Dengan kekuatan tersebut ia juga akan mampu meraih kemenangan dimedan pertempuran melawan kebodohan, keterbelakangan, melawan nafsu syahwat, serta sanggup menembus segala rintangan pembangunan dan kemajuaan.
Syaikh Ad-Dausari ra mengatakan," membangun keinginan yang kuat di dalam diri bukanlah suatu hal yang mudah. Berbagai kalangan, baik perkumpulan (organisasi) maupun kalangan militer telah berusaha membangun keinginan yang kuat kepada masyarakat masa kini. Padahal, agama islam telah mendahului mereka dalam hal tersebut pada 14 abad yang lalu.Cukup besar kebutuhan orang muslim, khususnya untuk memiliki keinginan kuat dan kemauan yang keras. Oleh karena itu Allah Swt memerintahkan untuk berjuang melawan sakit akibat rasa lapar dan haus dalam menjalankan puasa.[8]
Oleh kerana itu sudah sepatutnya bagi seorang muslim yang berpuasa untuk tidak melakukan hal-hal yang merusak kekuatan ini setelah berbuka, atau mengucilkan serta menghinakannya sehingga pada malam harinya ia akan merusak kuatnya keinginan yang telah ia bangun pada siang harinya.




[1] Imam At-Turmuzi, Sunan At-Turmuzi, Juz IV, (Beirut:  Al-Fikr, t.t ), hal. 413.

[2] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz III, (Mesir: Maktabah Al-Masyahid, t.t.), hal. 243.

[3] Imam At-Turmuzi, Sunan At-Turmuzi,…hal. 347.

[4] Abu Daud, Sunan Abu Daud,…hal. 485

[5] Ahmad Syarifuddin, Puasa Menuju Sehat Fisik Dan Psikis, (Jakarta: Gema Insani, 2003), hal. 217

[6] Imam Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, ( Beirut: Al-Fikr, t.t), hal.  436.


[7] Athiyah Muhammad Salim, Ma'ar Rasuul Fii Ramadhan, (Bairut, t.t), hal. 5.

[8] Syaikh Ad-Dausari, Ash-Shaum ( Mesit: t.t), hal. 23.

PUASA RAMADHAN DAN PENETAPANNYA


A. Sejarah Puasa.
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu. Puasa itu telah dikenal dikalangan orang mesir purbakala dimasa keberhalaan mereka. Dari sana berpindah keyahudi, mereka mewajibkan berpuasa terutama para wanita, demikian pula orang-orang Rumawi sangat mementingkan puasa dan menaruh perhatian, lebih-lebih orang hindu dan yang lain-lain hingga sekarang mereka berpuasa.
Kalender yahudi telah memuat hari-hari tertentu untuk berpuasa. Di samping hari penebus dosa yaitu satu-satunya hari puasa yang telah ditetapkan oleh undang-undang musa, terdapat juga hari-hari tertentu untuk menerus berpuasa dalam rangka memperingati peristiwa-peristiwa duka yang menimpa orang-orang yahudi, selain hari-hari puasa ini ada hari-hari lain yang ditambahkan untuk memperingati bencana-bencana yang menimpa israil. Puasa pada hari itu tidak dianggap sebagi kewajiban. Puasa itu dihubungkan kepada suatu peristiwa yang tidak menguntungkan atau yang lainnya didalam sejarah bangsa yahudi.
Puasa kaum yahudi dimulai dari terbit matahari hingga tampak bintang-bintang pertama pada waktu malam, kecuali puasa pada hari penebus dosa didalam penanggalan yahudi, yaitu berlangsung dari sore hari hingga sore hari berikutnya. Tidak ada upacar keagamaan khusus bagi hari-hari puasa biasa. Pemberian sedakah terutama mebagi-bagikan makan malam yang tradisional, telah dianjurkan pada hari puasa. Sesungguhnya tujuh hari pertama dari bulan agustus dan sebagian hari-hari antara hari ketujuh belas dari bulan juli higa hari kesepuluh bulan agustus telah dianggap sebagai hari-hari puasa yang bersifat sebagian-sebagian, yang pada hari itu telah diharamkan untuk memakandaging dan minum-minuman keras.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
1.      Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta.[1]
2.      Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur'an, surat Maryam
فكلى واشر بى و قرّى عينا فا مَا تر ينَ من البشراحدا فقو لى انَى NöR `»H÷q=9 $Böq¹ فلن أكلم اليوم  إنسيا  (مريم :          )

Artinya: Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah,  sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini" (Q.S. Maryam: 26).
3.      Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.[2]
4.      Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan diketahui bahwa ia akan mempunyai aturan yang tengah-tengah, berbeda dari puasa kaum sebelumnya, baik dalam tata cara maupun waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan para kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.[3] 
Diwajibkannya puasa atas ummat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni merealisasikan ketaqwaan kepada Allah swt. Sebagaimana yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183.
يأيّها الذين ءامنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين  من  قبلكم  لعلكم  تتقون (  البقرة :       )
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ( Q.S. Al-baqarah: 183 ).
Kadar taqwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.
Dan dalam surat Al-Baqarah ayat 185 Allah berfirman:
شهر رمضان الذي أنزل فيه القرءان هدى للناس وبينات من لهدى والفرقان فمن شهد منكم الشهر فليصمه  ( البقرة :     )
Artinya:  (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. ( Q.S. Al-baqarah: 185 ).
Ayat ini menjelaskan alasan yang melatar belakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu al-Qur'an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati, rahmah bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang jiwa-raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore. Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan? Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan ramadhan.
Pendapat ini dilandaskan pada hadist Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah yang bunyinya sebagai berikut:
سمعت  رسو ل الله صلى الله عليه و ستم  يقول : إنّ هذا يو م عا شوراء, ولم يكتب عليكم صيا مه ‘ وأنا صا ئم. فمن ساء صام‘ ومن شاء فليفطر    ( رواه مسلم )[4]   
Artinya: Saya dengar Rasulullah Saw. Bersabda:Hari ini adalah hari Asyura', dan Allah tidak mewajibkan puasa padanya. Dan saya sekarang berpuasa, maka siapa yang suka, berpuasalah, dan siapa yang tidak, berbukalah. (H.R. Muslim).
 "Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai pendapat lain: bahwa puasa yang diwajibkan pertama kali atas umat Islam adalah puasa Asyura'. Setelah datang Ramadhan Asyura' dirombak (mansukh). Madzhab ini mengambil dalil haditsnya dari Aisyah ra.

عن عا ئشة رصي ا لله عنها : أن قر يشا كا نت تصوم عا شوراء فى الجا هلية ثم امر رسوالله  صلى الله عليه وسلم بصيا مه  حتى فر ض رمضان فقال :  رسو ل الله صلى الله عليه  وسلم من شاء فليصمه‘ ومن شاء فليفطر ( رواه البخارى )[5]
Artinya: Dari Aisyah ra, bahwasanya orang-orang quraisy dimasa jahiliyah  berpuasa pada hari Asyura', kemudian Rasulullah memerintahkan berpuasa pada hari tersebut sampai diwajibkannya puasa ramadhan, lalu Rasulullah Saw bersabda,"Barangsiapa yang menghendaki untuk berpuasa pada hari Asyura' maka hendaklah ia berpuasa, dan barang siapa yang tidak menghendaki berpuasa, maka hendaknya ia berbuka. (H. R. Bukhari).

Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura' sejak sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (Asyura'), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan manyerukan ke ummatnya untuk melakukan puasa itu. Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad yang tidak hanya berdasar hadist Ahaad (hadist yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang). ”Ibn Abbas ra. meriwayatkan:

عن ابن عباس رضي الله عنهما أن رسو ل الله صلى الله عليه وسلم قدم المد ينة فو جد اليهو د صيا ما يوم عا سو راء‘ فقال لهم رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما هذا اليوم الذي تصو مو نه ‘ فقا لوا : هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقو مه‘ وغرق فر عون وقو مه ‘ فصا مه موسى شكرا فنحن نصومه‘ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فنحن أحقّ وأولى  بمو سى منكم , فصا مه رسول الله صلى الله عليه وسلم ‘ وأمر بصيا مهز ( رواه مسلم )[6] 
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya Rasulullah Saw datang ke Madinah, lalu beliau mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari Asyura, kemudian Rasulullah  Saw  bertanya kepada mereka , hari apa yang kalian berpuasa hari ini? Mereka menjawab, hari ini yang  agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan Allah menenggelamkan Fir'aun beserta kaumnya, maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur, dan kami pun berpuasa pada hari ini. Kemudian rasulullah berkata, kamilah  yang lebih berhak dan lebih utama dari pada kalian terhadap Musa. Maka rasulullah berpuasa pada hari itu, dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa. (H.R. Muslim).
Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriyah, maka sebagaimana madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura terombak (mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya, kewajiban puasa Ramadhan itu hanya merombak kesunatan puasa Asyura'.Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-qur'an, Sunnah, dan Ijma."Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda: Islam berdiri atas lima pilar: kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan."Kata 'al-haj' (haji) didahulukan sebelum kata 'al-shaum' (puasa), itu menunjukkan pelaksanakaan haji lebih banyak menuntut pengorbanan waktu dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata 'al-shaum' didahulukan, karena kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam) dari pada haji. Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang. Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan keberadaannya dia termasuk orang kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih baru atau orang yang hidup jauh dari ulama. [7]
Secara etimologi puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti yang ditunjukkan firman Allah, surat Maryam ayat 26 :
فكلى واشر بى و قرّى عينا فامَا تر ينَ من البشراحدا فقو لى انَى NöR `»H÷q=9 $Böq¹ فلن أكلم اليوم إنسيا ( مريم :          )
Artinya: Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan yang maha pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini" (Q.S. Maryam :26).

Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenamnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya'ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya'ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw.

عن اَبي هر يرة رضي الله عنه قال : ذكر رسو ل الله صلي الله عليه وسلم الهلا ل فقا ل: اذراَ يتمو ه فصو موا, واذاراَيتموه فاَ فطر وا,فاان اَغمي عليكم فعدوا ثلاثين (روه مسلم )[8]
Artinya:  Dari abu huraira ra, dia berkata, Rasulullah Saw pernah menyebutkan tentang hilal (bulan sabit), lalu beliau bersabda,' jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah, jika kalian melihatnya kembali, maka berbukalah. Namun jika hilal terhalang mendung, maka genapilah hitungan bulan (sya'ban) hingga tiga puluh hari. (H.R. Muslim)

B.  Dasar Tujuan Dan Manfaat Puasa.

Shaum (puasa) yang disyari’atkan dan difardhukan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya mempunyai tujuan dan manfaat yang banyak sekali. Di antara tujuan puasa adalah bahwasanya puasa itu merupakan ibadah yang bisa digunakan seorang hamba untuk bertaqarrub kepada Allah dengan meninggalkan kesenangan-kesenangan dunianya seperti makan, minum dan menggauli istri dalam rangka untuk mendapatkan ridha Rabbnya dan keberuntungan di kampung kemuliaan yaitu kampung akhirat.
Bulan ramadhan adalah bulan dimana syaitan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa, pintu neraka ditutup pintu syurga dibukakan. Sehingga bulan ramdhan adalah bulan yang sangat kondusif untuk bertaubat dan mulai hidup baru  yang lebih islami. Taubat  berarti  meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran. Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi terkait dengan pelaksanaan perintah Allah. Orang yang bertaubat termasuk kelompok yang beruntung. Allah Swt berfirman:
... و تو بوا إلى الله جميعا أيه المؤ منون لعلكم تفلحو ن "( النّر:     )
Artinya:  ...Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang  yang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nur: 31).

Oleh karena itu, di bulan ramadhan orang-orang  beriman harus banyak ber-istighfar dan bertaubat kepada Allah. Mengakui kesalahan dan meminta ma'af kepada orang-orang yang telah dizhalimi serta mengembalikan hak-hak mereka. Maka pada bulan yang mulia ini, yang ampunannya terhampar luas, seharusnya umat islam untuk bersegera bertaubat dan meminta ampun, sebelum datangnya bencana yang menutup pintu taubat. Sungguh kebaikan itu tak pernah lupa dan dosa itu tak mungkin dilupakan.
Allah telah menyerukan seluruh orang yang melakukan dosa untuk kembali dan bertaubat kepada-Nya, sebagaiman firman Allah:
و يقوم استغفروا ربكم ثم تو بوا إليه ير سل السماء عليكم مدرارا ويزد كم قوة إلى قو تكم ولا تتو لوا مجر مين ( هود:    )
Artinya:  Dan (Dia berkata): Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa. ( Q. S. Huud: 52 ).

Dengan puasa ini jelas bahwa seorang hamba akan lebih mementingkan kehendak Rabbnya dari pada kesenangan-kesenangan pribadinya. Lebih cinta kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia. Puasa adalah sarana untuk menghadapi derajat taqwa apabila seseorang melakukannya dengan sesungguhnya (sesuai dengan syari’at). Allah Ta’ala berfirman:

يأيّها الذين ءامنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين  من  قبلكم  لعلكم تتقون ( البقرة :            )
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa  sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ( Q.S. Al-baqarah: 183 ).

Orang yang berpuasa berarti diperintahkan untuk bertaqwa kepada Allah, yakni dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Inilah tujuan agung dari disyari’atkannya puasa. Jadi bukan hanya sekedar melatih untuk meninggalkan makan, minum dan menggauli istri. Apabila kita membaca ayat tersebut, maka tentulah kita mengetahui apa hikmah diwajibkannya puasa, yakni taqwa dan menghambakan diri kepada Allah. Adapun taqwa adalah meninggalkan keharaman-keharaman, dan kata taqwa ini ketika dimutlakkan (penggunaannya) maka mengandung makna mengerjakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan, Nabi Saw bersabda:

منْ لَمْ يدعْ قَوْل الزَّوْر والْعمل بِهِ فَلَيْس للهِ عزّ وجلّ حاجةٌ أَنْ يدع طَعامه وشرابه (رواه  البحارى )[9]
Artinya:  "Barangsiapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap amalan dia meninggalkan makanan dan minumannya.( H.R. Bukhari ).
Berdasarkan dalil ini, maka diperintahkan dengan kuat terhadap setiap orang yang berpuasa untuk mengerjakan segala kewajiban, demikian juga menjauhi hal-hal yang diharamkan baik berupa perkataan maupun perbuatan, maka tidak boleh mencela, ghibah (menggunjing orang lain), berdusta, mengadu domba antar mereka, menjual barang dagangan yang haram, yang itu semuanya dapat melalaikan dari ketaatan kepada Allah, serta menjauhi segala bentuk keharaman lainnya.
Dalam islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita kehilangan keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam peperangan melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt dari tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah Swt memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya:
أفرءيت من اتخذ إلهه‘هوئه وأضله الله على علم...( الجا ثية:    )
Artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya...(Q. S. Al-Jaatsiyah: 23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat yang lebih tinggi layaknya malaikat yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu hingga terkabul do'a mereka.[10]
Apabila seseorang mengerjakan semuanya itu dalam satu bulan penuh dengan penuh keimanan dan mengharap pahala kepada Allah maka itu akan memudahkannya kelak untuk istiqamah di bulan-bulan tersisa lainnya dalam tahun tersebut. Akan tetapi betapa sedihnya, kebanyakan orang yang berpuasa tidak membedakan antara hari puasanya dengan hari berbukanya, mereka tetap menjalani kebiasaan yang biasa mereka lakukan yakni meninggalkan kewajiban-kewajiban dan mengerjakan keharaman-keharaman, mereka tidak merasakan keagungan dan kehormatan puasa. Perbuatan ini memang tidak membatalkan puasa tetapi mengurangi pahalanya, bahkan seringkali perbuatan-perbuatan tersebut merusak pahala puasa sehingga hilanglah pahalanya.
Hujjatul islam Al- Ghazali dengan gaya yang khas menjelaskan tujuan puasa sebagai berikut:
Puasa merupakan suatu sarana agar manusia berakhlak dengan akhlak Allah yang maha perkasa lagi maha agung, yaitu ketergantungan segala sesuatu kepadanya, serta sebisa mungkin mencontohkan para malaikat didalam menahan hawa nafsu, karena mereka adalah makhluk yang disucikan dari hawa nafsu. Derajat manusia berada diatas derajat binatang, karena kemampuannya dalam menghancurkan hawa nafsu dengan petunjuk akalnya. Namun demikian tidaklah mereka sederajat dengan para malaikat, karena keadaanya yang dikuasai oleh hawa nafsu dan diuji untuk melawannya. Oleh karena itu, setiap kali ia terlena dalam buaian hawa nafsu, berarti ia telah terjerumus dan berada pada derajat yang sangat rendah, lalu bertemu dengan kumpulan binatang. Namun, setiap kali ia dapat mengalahkan hawa nafsunya, berarti ia telah naik tinggi setinggi-tingginya dan bertemu dengan jamaah para malaikat.[11]
Dasar tujuan puasa yang lainnya adalah seorang kaya akan mengetahui nilai nikmat Allah dengan kekayaannya itu di mana Allah telah memudahkan baginya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, seperti makan, minum dan menikah serta apa saja yang dibolehkan oleh Allah secara syar’i. Allah telah memudahkan baginya untuk itu. Maka dengan begitu ia akan bersyukur kepada Rabbnya atas karunia  nikmat ini dan mengingat saudaranya yang miskin, yang ternyata tidak dimudahkan untuk mendapatkannya.
 Dengan begitu ia akan berderma kepadanya dalam bentuk shadaqah dan perbuatan yang baik lainnya. Oleh karena itu sebagai simbol dari rasa solidaritas sebelum ramadhan berakhir kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan–persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tetapi juga bagi kita yang mengeluarkan agar degan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta, seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah Swt berfirman:
 خذ من ا مو لهم صد قة تطهر هم وتز كيهم بها وصل عليهم ‘ أن صلو تك سكن لهم ‘ والله سميع عليم (  التو بة :     )
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. At-Taubah: 103).

Al-'Allamah Ibnu Qayyim mengatakan tujuan puasa adalah membebaskan ruh manusia dari cengkraman hawa nafsu yang menguasai jasmaninya, menuju sarana pensucian dan kebahagiaan yang abadi. Puasa bertujuaan membatasi intensitas keinginan hawa nafsu dengan jalan lapar dan haus menggerakkan manusia untuk ikut merasakan berapa banyaknya manusia di dunia ini yang harus pergi tanpa sedikit makanan, menyulitkan syetan dalam memperdayakannya, dan mengekang organ-organ tubuhnya agar tidak berbelok kearah hal-hal yang membawa kerugian dunia dan akhirat. Demikianlah bahwa puasa itu merupakan kendali bagi orang-orang yang bertaqwa, perisai bagi para pejuang dan disiplin untuk berbuat baik.[12]
Tujuan puasa juga adalah melatih seseorang untuk menguasai dan berdisiplin dalam mengatur jiwanya. Sehingga ia akan mampu memimpin jiwanya untuk meraih kebahagiaan dan kebaikannya di dunia dan di akhirat serta menjauhi sifat kebinatangan. Puasa juga mengandung berbagai macam manfaat kesehatan yang direalisasikan dengan mengurangi makan dan mengistirahatkan alat pencernaan pada waktu-waktu tertentu serta mengurangi kolesterol yang jika terlalu banyak akan membahayakan tubuh. Juga manfaat lainnya dari puasa sangat banyak.

C.  Siapa Yang Wajib Berpuasa Ramadhan.

Mengingat puasa ramadhan adalah fardhu 'ain dan termasuk salah satu rukun islam, maka kita harus menetapkan secara ketat atas siapa puasa ramadhan diwajibkan. Para ulama telah ijma' bahwa puasa ramadhan itu diwajibkan bagi setiap orang muslim yang berakal, mukim, mampu dan terlepas dari segala macam halangan. Bagi orang yang non-muslim tidak diwajibkan berpuasa ramadhan, karena seseorang tidak dituntut menunaikan yang cabang jika ia tidak beriman pada pokoknya dan juga tidak sah apabila dikerjakan, sebab ia bukan orang yang berhak untuk melakukan ibadah ini, terlebih dahulu ia diajak untuk memeluk islam. Jika Allah melapangkan dadanya untuk memeluk islam, maka ia pun wajib mengerjakannya, yaitu mulai ia memeluk islam dan tidak perlu baginya mengqadha' puasa-puasa yang telah ditinggalkannya.
Bagi orang yang tidak waras, tidak diwajibkan baginya berpuasa ia tidak tersentuh perintah, larangan, ibadah maupun muamalah. Sedangkan orang yang mengidap penyakit gila pada waktu-waktu tertentu, ia tetap mendapatkan beban kewajiban ketika akal sehat.Sebagian ulama fiqh menganggap sama dengan  orang yang pingsan karena penyakit, kehilangan kesadarannya baik dalam waktu lama maupun sebentar. Selam ia tidak sadar, maka tidak berkewajiban terhadap puasa ataupun shalat. Setelah beberapa hari ia tersadarkan dari pingsanya tidak harus mengqadha' hari-hari yag telah lalu karena ketika itu dia tidak termasuk orang mukhallaf. Namu ada diantara ulama yang berpendapat bahwa ia harus mengqadha waktu-waktu yang ditinggalkanya ketika pingsan, dengan alasan bahwa itu adalah penyakit yang sekedar menutupi akal pikiran namun tidak menghapuskan talkif, karena tidak terjadi dalam waktu yang lama, dan perwaliaan tidak tercabut darinya. Penyakit seperti inipun pernah menimpa beberapa nabi.[13]
Mengenai anak-anak walaupun ia tidak wajib berpuasa tetapi sepatutnya wali menyuruhnya mengerjakan puasa, agar dapat membiasakan diri sejak kecil, agar mampu dan kuasa melaksanakannya.
Sebagaimana sabda Nabi Saw:
  من كا ن اصبح صا ئما فليتم صو مه‘ ومن كا ن اصبح مفطرا فليصم بقية يو مه‘ فكنا نصو مه بعد ذ لك ‘ وتصو م صبيا ننا الصغا رمنهم ‘ ونذ هب إلى المسجد فنجعل لهم اللعمة من العهن فإ ذا بكى أ حدهم من الطعا مأ عطينا ه إيا ه ‘ حت يكنو عندا لا فطا ر ( روه  مسلم )[14]
Artinya: Siapa yang telah berpuasa dari pagi hari hendaklah ia meneruskan puasanya, dan siapa yang dari pagi telah berbuka, hendaklah ia mempuasakan hari yang tinggal. Maka setelah itu kami pun berpuasalah, dan kami suruh anak-anak kami yang masih kecil berpuasa, kami bawa mereka kemasjid, kami buatkan mereka semacam alat permainan dari bulu domba. Maka jika ada diantara mereka yang menangis meminta makan, kami berilah ia alat permainan itu. Demikianlah berlangsungnya sampai dekat waktu berbuka. ( H.R. Muslim).


D.  Orang-orang Yang Uzur Berpuasa

Perbedaan antara hukum buatan manusia dengan hukum buatan Allah. Hukum buatan manusia yang diperuntukkan bagi umat manusia itu memiliki banyak kekurangan, bengkok kadang berlebihan terkadang mengabaikan banyak hal, terkadang benar dan tidak jarang salah. Sedangkan hukum buatan Allah yang maha bijaksana lagi maha mengetahui datang dengan memenuhi segala kebutuhan umat manusia, memperbaiki kehidupan manusia, meluruskan kebengkokan yang  ada pada diri mereka, dengan tetap memperhatikan kelemahan dan unsur kemanusiaannya serta berbagai keadaan yang mempengaruhinya.
Dari sini muncul kemudahan dan toleransi Islam diseluruh syari'atnya, dimana ia tidak membebani para penganut dan yang bernaung padanya dengan hal-hal yang tidak mereka mampu. Dengan demikian, pondasi dasarnya adalah pemberian kemudahan dan keringanan serta peniadaan kesulitan.[15]
Agama islam tidak membebankan sesuatu yang tidak mungkin dipikul oleh umatnya, karena agama islam merupakan sebagai penunjuk jalan bagi umat manusia demi mendapakan keridhaan dari sang Khalik yaitu Allah Swt. Inilah yang membuat agama islam sangat berbeda dengan agama- agama lain, islam memberikan kemudahan bukan membebani bahkan islam memberikan solusi bagi seluruh pemeluknya.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-qur'an:
وما جعل عليكم في الدين  من حرج ( الحج:     )
Artinya: Dan ia sekali-kali tidak menjadikan utuk kalian dalam agama ini suatu kesempitan. (Q.S. Al-Haj: 78).

Allah Swt juga berfirman dalam surat yang lain, yang langsung berkaitan dengan puasa, dimana puasa bukanlah suatu hukuman atau pun beban bagi umat islam karena dalam surat tersebut, Allah Swt mengatakan tidak menghendaki kesukaran bagi umat islam.
ير يد الله بكم اليسر ولا ير يد بكم العسر ( البقرة :      )
Artinya: Allah Swt menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. ( Q.S. Al-Baqarah: 185).
1. Uzur yang mewajibkan pemiliknya berbuka dan haram berpuasa. Jika ia berpuasa, puasanya tidak sah dan tetap harus mengqadhanya. Ini ditetapkan berdasarkan ijma' Inilah uzur yang berkaitan dengan perempuan, yaitu haid dan nifas.
2. Uzur yang membolehkan pemiliknya untuk berbuka, bahkan dalam keadaan tertentu mewajibkan, akan tetapi ia wajib mengqadha. Ini adalah uzur sakit dan safar.
3. Uzur yang membolehkan pemiliknya untuk berbuka, bahkan terkadang mewajibkannya, dan tidak perlu mengqadha namun memberi fidiyah. Itulah uzurnya orang tua renta dan orang yang sehukum dengannya, semisal pengidap penyakit yang tidak ada lagi harapan sembuh.
4. Uzur yang masih diperselisihkan ulama tentang jenisnya; Apakah ia sejenis dengan uzur sakit, orang tua renta, atau memiliki hukumnya sendiri, ini adalah uzurnya orang hamil dan menyusui
5. Uzur orang yang berat unuk melakukan puasa karena jenis pekerjaannya seperti pekerja tambang.[16]

Ada pun kepada kelompok atau orang-orang yang Allah Swt berikan keringanan tersebut, mereka tetap harus menjalankan ketetapan hukum Islam yaitu ada diantara mereka yang harus mengqadha puasa yang ditinggalkan pada hari-hari lain dan ada juga yang harus membayar fidyah.
E.     Hal-hal Yang Disunnahkan Bagi Orang Yang Berpuasa.

Diantara hal yang disunnahkan oleh nabi Saw, bagi orang yang berpuasa adalah sebagai berikut:
1.      Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
Orang yang berpu                                                                Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk menyegerakan atau mendahulukan berbuka bila telah nyata terbenam matahari. Mendahulukan berbuka dianjurkan, karena ia memudahkan dan meringankan manusia, sedangkan mengakhirkanya merupakan sikap berlebihan dalam agama serta menyerupai penganut agama lain  yang berlebihan dalam beragama.
Sebagaimana sabda nabi Saw.
عن سهْل بْن سعد رضي الله عنْه: انّ رسول الله صلّي الله عليْه و سلّم قال:  لايزال النّاس بخيْر ما عجّلوْا الْفطْر (رواه مسلم )[17]
Artinya: Dari sahal bin sa'ad ra, bahwa rasulullah Saw bersabda, seseorang akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka mendahulukan buka puasa. (HR. Muslim).
Makna mendahukan disini adalah ketika hilangnya bulatan matahari dari cakrawala sudah cukup untuk membatalkannya. Dalam hal ini, cukuplah bila ada keyakinan bahwa matahari telah tenggelam.
Dalam hadits yang lain Nabi Saw:
 كا ن رسو ل الله صلى الله عليه وسلم يفطر على ر طبا ت قبل أن يصلي‘ فإ ن لم تكن‘ فعلى تمرات‘ فإ ن لم تكن‘ حسا حسوا ت من ماء
( رواه ابو دا ود )[18]
Artinya: Rasulullah Saw, biasa berbuka dengan beberapa buah kurma basah sebelum shalat, jika tidak ada, maka dengan kurma-kurma kering, Dan jika tidak ada pula, maka diteguknya beberapa teguk air. ( H. R. Abu Daud ).
2.      Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.  
Sewaktu berpuasa disunnahkan bagi orang yang akan melakukannya untuk bersahur. Sahur adalah hidangan yang dimakan pada waktu sahar (dini hari), yaitu setelah pertengahan malam hingga fajar. Ini dimaksud untuk memberi kekuatan kepada orang yang berpuasa dengan lapar dan dahaganya, khususnya ketika waktu siang lebih lama.
Karena itu nabi  Saw. Bersabda,
عن انس رضي الله عنْه قال: قال رسوالله صلّي الله عليْه و سلّم:  تسخّروْا فانّ في السحوْر بر كة ( رواه مسْلم )[19]
Artinya: Dari anas ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda: Sahurlah Kalian, Sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah. (HR. Muslim)
Dalam hadits lain yang diterima dari Zaid bin Tsabit ra, katanya: Nabi Saw bersabda tentang waktu sahur.
 تسحّر نا نع  رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم  قمنا إلى الصلاة‘ قلت: كم كا ن قد رما بينهما؟ قال : خمسين اية ( رواه مسلم )[20]
Artinya: Kami makan sahur bersama Rasulullah Saw, lalu kami berdiri untuk melakukan shalat. Saya tanyakan: Berapa kira-kira jarak antara keduanya? Ujar Nabi: Lima puluh ayat. ( H. R. Muslim).
Diantara berkah santap sahur adalah selain memberikan santapan kepada kaum muslimin yang bersifar materi, ia juga memberikan santapan ruhani, dengan amalan zikir, istiqfar dan do'a diwaktu yang penuh berkah ini. Waktu sahur adalah saat rahmat diturunkan. Harapannya, semoga ia termasuk orang-orang yang senang memohon ampun pada waktu sahur. Mengakhirkan sahur berguna untuk memendekkan waktu lapar dan waktu menahan diri.
3.      Memperbanyak amal kebaikan,
Terutama menjaga shalat lima waktu tepat pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya. Pada setiap bulan ramadhan hubungan seorang muslim dengan kitabullah selalu mengalami pembaharuan, sehingga ramadhan disambut dengan bacaan, pendalaman, pemahaman, perhatiaan, pembenaran dan pengamalan al-qur'an.
Pada hari pembaharuan hubungan kaum muslim dengan kitabullah serta pengamalan mereka terhadapnya disegenap aspek kehidupan mereka, dengan memerangi musuh dan menyembah Allah. Semua hati yang ada disekeliling Al-qur'an senantiasa tertuju kepadanya. Dan padanya pula ilmu pengetahuan berpijak serta darinya semua hukum disarikan. Pada hari dimana semua itu terealisasikan bagi kaum muslimin, akan terwujud pula kemuliaan untuk mereka, kehormatan serta kepemimpinan.
Di dalam Al-quran terkandung penjelasan yang sangat jelas mengenai petunjuk dan pembeda, yang membedakan yang hak dan yang bathil. Oleh karena itu, Allah Swt memperjelaskan hikmah dan pengkhususan bulan ramadhan dengan syari'at puasa melalui firmannya:
شهر رمضان الذي أنزل فيه القرءان هدى للناس وبينات من لهدى والفرقان فمن شهد منكم الشهر فليصمه  ( البقرة :            )
Artinya:  (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. ( Q.S. Al-baqarah: 185 ).
Al-qur'an merupakan kitab umat islam yang abadi, pedoman untuk menyelamatkan mereka dari kegelapan, menuju sinar yang terang benderang. Lalu menggantikan keadaan takut mereka dengan rasa aman. Dia berikan tempat bagi mereka dimuka bumi ini, serta dia berikan sendi-sendinya dengan inti mereka menjadi umat yang sebelumnya tiadak pernah diperhitungkan. Dimana tanpa sendi-sendi tersebut, umat islam tidak akan menjadi umat terbaik dan tidak akan mendapat tempat dimuka bumi. Maka, minimal wujud rasa syukur kepada Allah atas nikmat Al-qur'an ini adalah dengan memenuhi seruan Allah untuk berpuasa pada bulan yang didalamnya diturunkan Al-qur'an.
4.   Menghindari dari omong kosong dan mencaci.
Orang yang berpuasa seyogjanya selalu meningkatkan diri berusaha menghindari dari sikap yang sia-sia, omong kosong, berkata jorok, kasar, bertindak bodoh serta mencaci maki, karena lisan merupakan sumber dari dosa. Orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah yang selalu menghindari pembicaraan tidak berarti dan senantiasa menghiasi diri dengan adab-adab islam dalam setiap ucapan mereka.
Orang yang puasa harus mempuasakan juga anggota tubuhnya dari segala macam perbuatan dosa, lisannya dari dusta, kata-kata keji, sumpah palsu serta kata-kata yang tidak bermanfaat. Setiap muslim dilarang mengerjakan semua hal yang buruk, terlebih lagi ketika ia dalam keadaan beribadah puasa.
5.      Manfaatkan hari-hari ramadhan untuk zikir, taat dan berderma.
Ramadhan adalah salah satu musim untuk berbuat kebaikan. Amal shaleh akan dilipat gandakan, ampunan dapat kita harapkan dan keinginan terhadap kebaikan meningkat. Orang yang benar-benar terhalang adalah mereka yang dihalangi dari rahmat Allah  pada bulan ini. Rahmat Allah hanya diperoleh dengan menyambut-Nya, berusaha keras mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan beribadah dengan sebaik-baiknya.
Diantara bentuk ketaatan dibulan ramadhan adalah memperbanyak zikir kepada Allah, istighfar, membaca do'a, tilawah Al-qur'an, serta berusaha untuk senantiasa shalat berjamaah. Hal ini dianjurkan pada semua muslim disetiap waktu, namun dibulan ramdahan lebih dianjurkan, agar bulan yang mulia ini tidak beranjak meninggalkannya sehari demi sehari, sementara ia tidak mendapat ampunan dan pembebasan dari neraka sedikit pun, padahal tiap malam ramadhan banyak orang yang Allah bebaskan dari api neraka.
Diantara hal penting yang perlu diperhatikan oleh seorang muslim dibulan ramdhan adalah berderma, melakukan kebajikan, mempersembahkan hal ma'ruf  kepada orang lain serta memberi makan. Atas dasar itulah, kaum muslimin sejak dahulu biasa memberikan hidangan-hidangan untuk berbuka puasa bagi para kaum muslimin lainnya dibulan ramadhan, karena hal ini akan menjanjikan pahala yang sangat besar.
F. Puasa Yang Diharamkan Dan Dimakruhkan

Tidak semua puasa terpuji dan dituntut dalam islam. Puasa merupakan ibadah, jadi setiap ibadah tidak diterima selain dengan ketetapan syariat. Apapun yang dilarang syariat bukan ibadah, tetapi maksiat. Apabila pelarangannya bersifat larangan yang tegas, jika larangan itu tidak tegas sifatnya, maka pengamalannya berhukum makruh. Sedangkan sesuatu yang tidak di syariatkan, maka ia bukanlah ibadah melainkan itu adalah bid'ah.
Salah satu puasa yang diharamkan dalam islam dan disepakati oleh kaum muslim adalah puasa dua hari raya. Barang siapa berpuasa di dua hari ini maka ia telah berbuat dosa. Barang siapa bernazar untuk berpuasa didua hari ini juga tidak boleh mewujudkannya, karena tiada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah
Disebabkan kita tengah menjadi tamu Allah pada dua hari raya ini, maka tidaklah etis jika kita berpuasa pada hari-hari itu. Sebagaiman sabda nabi Muhammad Saw.
عن ابي عبيْد مو لى ابْن اَزْ هر قال: شهدْت العيْد مع عمر بْن الخطّا ب رضي الله عنْه, فجاء فصلى, ثمّ انْصرف, فخطب النّاس فقال: انّ هذيْن يوْمان نهى رسول الله صلى الله عليْه وسلّم عن ْصيا مهما يوْم فطْر كمْ منْ صيا مكمْ, واْلا خر يوْم تاَْكلون فيْه منْ نسككمْ (رواه مسْلم)[21]
Artinya: Dari abu ubaid, hamba sahaya ibnu azhar, dia berkata: Aku menyaksikan hari raya bersama umar bin khatab ra, dia datang lalu shalat, setelah itu dia berdiri dan berkhutbah dihadapan para jamaah. Dia berkata, "sesungguhnya pada dua hari raya ini rasulullah Saw melarang kita berpuasa, yaitu hari berbuka setelah kalian berpuasa dan hari untuk makan sembelihan kalian (HR Muslim).


Dilarang berpuas pada hari-hari tasyriq, yaitu tiga hari berturut-turut setelah hariraya aidil adha (11,12 dan 13 Dzulhijjah), berdasarkan hadits yang berasal  dari Nubaisyah Al Hudzali ra:

 عن نبيشة الهذ لي قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ايام التشر يق ايام اكل وشر ب ( وفى رواية ) وذ كر لله ( رواه مسلم )[22]
Artinya: Dari Nubaisyah Al Hudzali ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabd: Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum. (Dalam riwayat lain, dan hari-hari untuk berzikir kepada Allah Swt). (H.R. Muslim).

Manusia dimakruhkan melakukan puasa dahr (puasa terus menerus setiap hari) tanpa sela selain hari-hari yang tidak disahkan berpuasa, yaitu dua hari raya dan hari-hari tasyrik. Mengenai hal ini rasulullah Saw bersabda:

عنْ عبْذ الله بْن عمْرو بْن العاص رضي الله عنْهما قال : تلغالنّبيّ صلّى الله عليْه وسلّم ا ُنّي اَصْم اَ سْرد واُصلّي الليْل, فاِمّا اَرْ سل اِليّ , واِمّا لقيْته, فقال: اَلمْ اُخْبرْ اَنّك تصوْم ولا تفْطر وتصلّي ا لليْل؟ قلا تفعْل, فاِ نّ لعيْنك حظّا, ولاَ هْلك حظّا, فصمْ و اَفْطرْ وصلّ ونمْ وصمْ منْ كلّ عشْرة اَيّامٍ يوْمًا, ولك اجْر تسعهٍ, قال: اِنّي اَجدنيْ اَقْو ىمنْذلك ينبيّ الله قال : فصمْ صيام داود عليْه السلام, قال: وكيْف كان داود يصوْم يا نبيّ الله؟ قال عطاء: فلا ادْر يْ كيْف ذكرصيام الابد, فقال النّبيّ صلّي الله عليْه وسلّم: لا صام منْ صام اْلا بد لاصام منْ صام اْلاَ بد, لا صا م منْ صام اْلاَبد ( رواه مسلم )[23]
Artinya: Dari Abdullah bin amru bin ash ra, dia berkata." Telah sampai kepada nabi Saw bahwa aku berpuasa terus menerus dan shalat sepanjang malam. Adakalanya beliau mengirim utusan kepadaku dan adakalanya aku menemui beliau. Rasulullah barkata, apa benar kamu berpuasa terus menerus  dan shalat sepanjang malam?  Maka janganlah kamu lakukan demikian itu, karena matamu mempunyai hak, dirimu mepunyai hak dan keluarga juga mempunyai hak. Berpuasa dan berbukalah! Shalat dan tidurlah! Berpuasa sehari dalam tiap-tiap  sepuluh hari, maka kamu akan mendapat pahala yang sembilan hari.' Dia berkata,'Sesesungguhnya saya lebih kuat untuk melakukan itu wahai nabiyallah.' Beliau bersabda,' Puasalah kamu seperti puasa Daud As,. Abdullah bertanya," Bagaimana puasa nabi Daud, wahai nabiyallah? Beliau menjawab," Daud berpuasa sehari dan berbuka sehari, dan tidak lari jika bertemu musuh." Abdullah bertanya lagi siapa lagi yang bisa aku contoh, wahai nabiyullah?" Atha' berkata, " Aku tidak tahu bagaimana menuturkan puasa setiap hari terus menerus." Maka nabi berkata,"tidaklah berpuasa orang yang berpuasa terus menerus, tidaklah berpuasa orang yang berpuasa terus menerus tidaklah berpuasa orang yng berpuasa terus menerus." (HR. Muslim)



[1] Abulhasan Ali An-Nadwi, Emapat Tiang Agama, ( Solo: Gema Risalah Press, 2001), hal. 204.

[2]Ibid, hal. 206.

[3] T. A. Lathief Rousydiy, Puasa Hukum Dan Hikmahnya, (Medan: Rimbow, 2002), hal. 49. 

[4] Imam Muslim,  Shahih Muslim, Juz III, ( Beirut: Al Fikr, t.t), hal. 437.

[5] Imam Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, ( Beirut: Al-Fikr, t.t), hal.  512.

[6] Imam Muslim, Shahih Muslim,…hal. 440.

[7]Akmal. "Puasa Dalam Islam", http://sahabat sehat.blogspot.com/2007/09/sejarah-puasa.html, diakses 22 November 2008.

[8] Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 418.

[9] Al-Bukhari, Shahih Bukhari,…hal.  205.

[10] Abdullah Mahmud, "Bagaimana Mengisi Ramadhan", Gerimis. 02 September 2008, hal. 13.
[11] Ismail Yunus, Ihya'u 'Ulumi'd-Din, Juz I, Terj  (Mesir: Ma'tabah Al-Halaby, t.t),      hal. 212.

[12]Al-'Allamah Ibnu Qayyim, Zadu 'I-Ma'ad, (Mesir: Al-Maktabah As-Salafiyah, t.t), hal. 152.

[13]Al-Mubdi' Fi Syarah Al-Mugni, ( Istambul: Al-Maktabah Al-Islamiyah, t.t), hal.. 254.

[14]Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 452.

[15] Faihan Al-Muthiri,  Ash- Shaum Wal Iftaar Li Ash-Haabil A'dzaar, ( Beirut: Al-Maktabah Al-Islami, t.t), hal. 21.

[16] Yusuf Qardawi, Fiqih Puasa, Terj. Ma'ruf Abdul Jalil, Wahid Ahmadi dan Jasiman, (Solo: Era  Intermedia, 2001), hal. 89.

[17] Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 429.

[18] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz IV, ( Mesir: Maktabah Al-Masyahid, t.t), hal. 218.

[19]Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 422.

[20] Ibid. 457.

[21] Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 445.

[22]Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 447.

[23]Ibid, hal. 445.