Senin, 02 Mei 2011

PUASA RAMADHAN DAN PENETAPANNYA


A. Sejarah Puasa.
Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu. Puasa itu telah dikenal dikalangan orang mesir purbakala dimasa keberhalaan mereka. Dari sana berpindah keyahudi, mereka mewajibkan berpuasa terutama para wanita, demikian pula orang-orang Rumawi sangat mementingkan puasa dan menaruh perhatian, lebih-lebih orang hindu dan yang lain-lain hingga sekarang mereka berpuasa.
Kalender yahudi telah memuat hari-hari tertentu untuk berpuasa. Di samping hari penebus dosa yaitu satu-satunya hari puasa yang telah ditetapkan oleh undang-undang musa, terdapat juga hari-hari tertentu untuk menerus berpuasa dalam rangka memperingati peristiwa-peristiwa duka yang menimpa orang-orang yahudi, selain hari-hari puasa ini ada hari-hari lain yang ditambahkan untuk memperingati bencana-bencana yang menimpa israil. Puasa pada hari itu tidak dianggap sebagi kewajiban. Puasa itu dihubungkan kepada suatu peristiwa yang tidak menguntungkan atau yang lainnya didalam sejarah bangsa yahudi.
Puasa kaum yahudi dimulai dari terbit matahari hingga tampak bintang-bintang pertama pada waktu malam, kecuali puasa pada hari penebus dosa didalam penanggalan yahudi, yaitu berlangsung dari sore hari hingga sore hari berikutnya. Tidak ada upacar keagamaan khusus bagi hari-hari puasa biasa. Pemberian sedakah terutama mebagi-bagikan makan malam yang tradisional, telah dianjurkan pada hari puasa. Sesungguhnya tujuh hari pertama dari bulan agustus dan sebagian hari-hari antara hari ketujuh belas dari bulan juli higa hari kesepuluh bulan agustus telah dianggap sebagai hari-hari puasa yang bersifat sebagian-sebagian, yang pada hari itu telah diharamkan untuk memakandaging dan minum-minuman keras.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
1.      Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta.[1]
2.      Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur'an, surat Maryam
فكلى واشر بى و قرّى عينا فا مَا تر ينَ من البشراحدا فقو لى انَى NöR `»H÷q=9 $Böq¹ فلن أكلم اليوم  إنسيا  (مريم :          )

Artinya: Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah,  sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini" (Q.S. Maryam: 26).
3.      Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.[2]
4.      Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan diketahui bahwa ia akan mempunyai aturan yang tengah-tengah, berbeda dari puasa kaum sebelumnya, baik dalam tata cara maupun waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan para kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.[3] 
Diwajibkannya puasa atas ummat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni merealisasikan ketaqwaan kepada Allah swt. Sebagaimana yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183.
يأيّها الذين ءامنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين  من  قبلكم  لعلكم  تتقون (  البقرة :       )
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ( Q.S. Al-baqarah: 183 ).
Kadar taqwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.
Dan dalam surat Al-Baqarah ayat 185 Allah berfirman:
شهر رمضان الذي أنزل فيه القرءان هدى للناس وبينات من لهدى والفرقان فمن شهد منكم الشهر فليصمه  ( البقرة :     )
Artinya:  (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. ( Q.S. Al-baqarah: 185 ).
Ayat ini menjelaskan alasan yang melatar belakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu al-Qur'an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati, rahmah bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang jiwa-raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore. Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan? Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan ramadhan.
Pendapat ini dilandaskan pada hadist Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah yang bunyinya sebagai berikut:
سمعت  رسو ل الله صلى الله عليه و ستم  يقول : إنّ هذا يو م عا شوراء, ولم يكتب عليكم صيا مه ‘ وأنا صا ئم. فمن ساء صام‘ ومن شاء فليفطر    ( رواه مسلم )[4]   
Artinya: Saya dengar Rasulullah Saw. Bersabda:Hari ini adalah hari Asyura', dan Allah tidak mewajibkan puasa padanya. Dan saya sekarang berpuasa, maka siapa yang suka, berpuasalah, dan siapa yang tidak, berbukalah. (H.R. Muslim).
 "Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai pendapat lain: bahwa puasa yang diwajibkan pertama kali atas umat Islam adalah puasa Asyura'. Setelah datang Ramadhan Asyura' dirombak (mansukh). Madzhab ini mengambil dalil haditsnya dari Aisyah ra.

عن عا ئشة رصي ا لله عنها : أن قر يشا كا نت تصوم عا شوراء فى الجا هلية ثم امر رسوالله  صلى الله عليه وسلم بصيا مه  حتى فر ض رمضان فقال :  رسو ل الله صلى الله عليه  وسلم من شاء فليصمه‘ ومن شاء فليفطر ( رواه البخارى )[5]
Artinya: Dari Aisyah ra, bahwasanya orang-orang quraisy dimasa jahiliyah  berpuasa pada hari Asyura', kemudian Rasulullah memerintahkan berpuasa pada hari tersebut sampai diwajibkannya puasa ramadhan, lalu Rasulullah Saw bersabda,"Barangsiapa yang menghendaki untuk berpuasa pada hari Asyura' maka hendaklah ia berpuasa, dan barang siapa yang tidak menghendaki berpuasa, maka hendaknya ia berbuka. (H. R. Bukhari).

Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura' sejak sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (Asyura'), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan manyerukan ke ummatnya untuk melakukan puasa itu. Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad yang tidak hanya berdasar hadist Ahaad (hadist yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang). ”Ibn Abbas ra. meriwayatkan:

عن ابن عباس رضي الله عنهما أن رسو ل الله صلى الله عليه وسلم قدم المد ينة فو جد اليهو د صيا ما يوم عا سو راء‘ فقال لهم رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما هذا اليوم الذي تصو مو نه ‘ فقا لوا : هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقو مه‘ وغرق فر عون وقو مه ‘ فصا مه موسى شكرا فنحن نصومه‘ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فنحن أحقّ وأولى  بمو سى منكم , فصا مه رسول الله صلى الله عليه وسلم ‘ وأمر بصيا مهز ( رواه مسلم )[6] 
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya Rasulullah Saw datang ke Madinah, lalu beliau mendapati orang-orang yahudi berpuasa pada hari Asyura, kemudian Rasulullah  Saw  bertanya kepada mereka , hari apa yang kalian berpuasa hari ini? Mereka menjawab, hari ini yang  agung. Pada hari ini Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan Allah menenggelamkan Fir'aun beserta kaumnya, maka Musa berpuasa pada hari ini sebagai rasa syukur, dan kami pun berpuasa pada hari ini. Kemudian rasulullah berkata, kamilah  yang lebih berhak dan lebih utama dari pada kalian terhadap Musa. Maka rasulullah berpuasa pada hari itu, dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa. (H.R. Muslim).
Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriyah, maka sebagaimana madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura terombak (mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya, kewajiban puasa Ramadhan itu hanya merombak kesunatan puasa Asyura'.Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-qur'an, Sunnah, dan Ijma."Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda: Islam berdiri atas lima pilar: kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan."Kata 'al-haj' (haji) didahulukan sebelum kata 'al-shaum' (puasa), itu menunjukkan pelaksanakaan haji lebih banyak menuntut pengorbanan waktu dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata 'al-shaum' didahulukan, karena kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam) dari pada haji. Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang. Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan keberadaannya dia termasuk orang kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih baru atau orang yang hidup jauh dari ulama. [7]
Secara etimologi puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti yang ditunjukkan firman Allah, surat Maryam ayat 26 :
فكلى واشر بى و قرّى عينا فامَا تر ينَ من البشراحدا فقو لى انَى NöR `»H÷q=9 $Böq¹ فلن أكلم اليوم إنسيا ( مريم :          )
Artinya: Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan yang maha pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini" (Q.S. Maryam :26).

Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenamnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya'ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya'ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw.

عن اَبي هر يرة رضي الله عنه قال : ذكر رسو ل الله صلي الله عليه وسلم الهلا ل فقا ل: اذراَ يتمو ه فصو موا, واذاراَيتموه فاَ فطر وا,فاان اَغمي عليكم فعدوا ثلاثين (روه مسلم )[8]
Artinya:  Dari abu huraira ra, dia berkata, Rasulullah Saw pernah menyebutkan tentang hilal (bulan sabit), lalu beliau bersabda,' jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah, jika kalian melihatnya kembali, maka berbukalah. Namun jika hilal terhalang mendung, maka genapilah hitungan bulan (sya'ban) hingga tiga puluh hari. (H.R. Muslim)

B.  Dasar Tujuan Dan Manfaat Puasa.

Shaum (puasa) yang disyari’atkan dan difardhukan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya mempunyai tujuan dan manfaat yang banyak sekali. Di antara tujuan puasa adalah bahwasanya puasa itu merupakan ibadah yang bisa digunakan seorang hamba untuk bertaqarrub kepada Allah dengan meninggalkan kesenangan-kesenangan dunianya seperti makan, minum dan menggauli istri dalam rangka untuk mendapatkan ridha Rabbnya dan keberuntungan di kampung kemuliaan yaitu kampung akhirat.
Bulan ramadhan adalah bulan dimana syaitan dibelenggu, hawa nafsu dikendalikan dengan puasa, pintu neraka ditutup pintu syurga dibukakan. Sehingga bulan ramdhan adalah bulan yang sangat kondusif untuk bertaubat dan mulai hidup baru  yang lebih islami. Taubat  berarti  meninggalkan kemaksiatan, dosa dan kesalahan serta kembali kepada kebenaran. Taubat bukan hanya terkait dengan meninggalkan kemaksiatan, tetapi terkait dengan pelaksanaan perintah Allah. Orang yang bertaubat termasuk kelompok yang beruntung. Allah Swt berfirman:
... و تو بوا إلى الله جميعا أيه المؤ منون لعلكم تفلحو ن "( النّر:     )
Artinya:  ...Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang  yang beriman supaya kamu beruntung. (An-Nur: 31).

Oleh karena itu, di bulan ramadhan orang-orang  beriman harus banyak ber-istighfar dan bertaubat kepada Allah. Mengakui kesalahan dan meminta ma'af kepada orang-orang yang telah dizhalimi serta mengembalikan hak-hak mereka. Maka pada bulan yang mulia ini, yang ampunannya terhampar luas, seharusnya umat islam untuk bersegera bertaubat dan meminta ampun, sebelum datangnya bencana yang menutup pintu taubat. Sungguh kebaikan itu tak pernah lupa dan dosa itu tak mungkin dilupakan.
Allah telah menyerukan seluruh orang yang melakukan dosa untuk kembali dan bertaubat kepada-Nya, sebagaiman firman Allah:
و يقوم استغفروا ربكم ثم تو بوا إليه ير سل السماء عليكم مدرارا ويزد كم قوة إلى قو تكم ولا تتو لوا مجر مين ( هود:    )
Artinya:  Dan (Dia berkata): Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa. ( Q. S. Huud: 52 ).

Dengan puasa ini jelas bahwa seorang hamba akan lebih mementingkan kehendak Rabbnya dari pada kesenangan-kesenangan pribadinya. Lebih cinta kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia. Puasa adalah sarana untuk menghadapi derajat taqwa apabila seseorang melakukannya dengan sesungguhnya (sesuai dengan syari’at). Allah Ta’ala berfirman:

يأيّها الذين ءامنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين  من  قبلكم  لعلكم تتقون ( البقرة :            )
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa  sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ( Q.S. Al-baqarah: 183 ).

Orang yang berpuasa berarti diperintahkan untuk bertaqwa kepada Allah, yakni dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Inilah tujuan agung dari disyari’atkannya puasa. Jadi bukan hanya sekedar melatih untuk meninggalkan makan, minum dan menggauli istri. Apabila kita membaca ayat tersebut, maka tentulah kita mengetahui apa hikmah diwajibkannya puasa, yakni taqwa dan menghambakan diri kepada Allah. Adapun taqwa adalah meninggalkan keharaman-keharaman, dan kata taqwa ini ketika dimutlakkan (penggunaannya) maka mengandung makna mengerjakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan, Nabi Saw bersabda:

منْ لَمْ يدعْ قَوْل الزَّوْر والْعمل بِهِ فَلَيْس للهِ عزّ وجلّ حاجةٌ أَنْ يدع طَعامه وشرابه (رواه  البحارى )[9]
Artinya:  "Barangsiapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap amalan dia meninggalkan makanan dan minumannya.( H.R. Bukhari ).
Berdasarkan dalil ini, maka diperintahkan dengan kuat terhadap setiap orang yang berpuasa untuk mengerjakan segala kewajiban, demikian juga menjauhi hal-hal yang diharamkan baik berupa perkataan maupun perbuatan, maka tidak boleh mencela, ghibah (menggunjing orang lain), berdusta, mengadu domba antar mereka, menjual barang dagangan yang haram, yang itu semuanya dapat melalaikan dari ketaatan kepada Allah, serta menjauhi segala bentuk keharaman lainnya.
Dalam islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu dalam arti berusaha untuk bisa mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita kehilangan keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi. Manakala dalam peperangan ini manusia mengalami kekalahan, malapetaka besar akan terjadi karena manusia yang kalah dalam peperangan melawan hawa nafsu itu akan mengalihkan penuhanan dari kepada Allah Swt dari tuhan yang benar kepada hawa nafsu yang cenderung mengarahkan manusia pada kesesatan. Allah Swt memerintahkan kita memperhatikan masalah ini dalam firman-Nya:
أفرءيت من اتخذ إلهه‘هوئه وأضله الله على علم...( الجا ثية:    )
Artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya...(Q. S. Al-Jaatsiyah: 23).
Dengan ibadah puasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat yang lebih tinggi layaknya malaikat yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu hingga terkabul do'a mereka.[10]
Apabila seseorang mengerjakan semuanya itu dalam satu bulan penuh dengan penuh keimanan dan mengharap pahala kepada Allah maka itu akan memudahkannya kelak untuk istiqamah di bulan-bulan tersisa lainnya dalam tahun tersebut. Akan tetapi betapa sedihnya, kebanyakan orang yang berpuasa tidak membedakan antara hari puasanya dengan hari berbukanya, mereka tetap menjalani kebiasaan yang biasa mereka lakukan yakni meninggalkan kewajiban-kewajiban dan mengerjakan keharaman-keharaman, mereka tidak merasakan keagungan dan kehormatan puasa. Perbuatan ini memang tidak membatalkan puasa tetapi mengurangi pahalanya, bahkan seringkali perbuatan-perbuatan tersebut merusak pahala puasa sehingga hilanglah pahalanya.
Hujjatul islam Al- Ghazali dengan gaya yang khas menjelaskan tujuan puasa sebagai berikut:
Puasa merupakan suatu sarana agar manusia berakhlak dengan akhlak Allah yang maha perkasa lagi maha agung, yaitu ketergantungan segala sesuatu kepadanya, serta sebisa mungkin mencontohkan para malaikat didalam menahan hawa nafsu, karena mereka adalah makhluk yang disucikan dari hawa nafsu. Derajat manusia berada diatas derajat binatang, karena kemampuannya dalam menghancurkan hawa nafsu dengan petunjuk akalnya. Namun demikian tidaklah mereka sederajat dengan para malaikat, karena keadaanya yang dikuasai oleh hawa nafsu dan diuji untuk melawannya. Oleh karena itu, setiap kali ia terlena dalam buaian hawa nafsu, berarti ia telah terjerumus dan berada pada derajat yang sangat rendah, lalu bertemu dengan kumpulan binatang. Namun, setiap kali ia dapat mengalahkan hawa nafsunya, berarti ia telah naik tinggi setinggi-tingginya dan bertemu dengan jamaah para malaikat.[11]
Dasar tujuan puasa yang lainnya adalah seorang kaya akan mengetahui nilai nikmat Allah dengan kekayaannya itu di mana Allah telah memudahkan baginya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, seperti makan, minum dan menikah serta apa saja yang dibolehkan oleh Allah secara syar’i. Allah telah memudahkan baginya untuk itu. Maka dengan begitu ia akan bersyukur kepada Rabbnya atas karunia  nikmat ini dan mengingat saudaranya yang miskin, yang ternyata tidak dimudahkan untuk mendapatkannya.
 Dengan begitu ia akan berderma kepadanya dalam bentuk shadaqah dan perbuatan yang baik lainnya. Oleh karena itu sebagai simbol dari rasa solidaritas sebelum ramadhan berakhir kita diwajibkan untuk menunaikan zakat agar dengan demikian setahap demi setahap kita bisa mengatasi persoalan–persoalan umat yang menderita. Bahkan zakat itu tidak hanya bagi kepentingan orang yang miskin dan menderita, tetapi juga bagi kita yang mengeluarkan agar degan demikian, hilang kekotoran jiwa kita yang berkaitan dengan harta, seperti gila harta, kikir dan sebagainya. Allah Swt berfirman:
 خذ من ا مو لهم صد قة تطهر هم وتز كيهم بها وصل عليهم ‘ أن صلو تك سكن لهم ‘ والله سميع عليم (  التو بة :     )
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. At-Taubah: 103).

Al-'Allamah Ibnu Qayyim mengatakan tujuan puasa adalah membebaskan ruh manusia dari cengkraman hawa nafsu yang menguasai jasmaninya, menuju sarana pensucian dan kebahagiaan yang abadi. Puasa bertujuaan membatasi intensitas keinginan hawa nafsu dengan jalan lapar dan haus menggerakkan manusia untuk ikut merasakan berapa banyaknya manusia di dunia ini yang harus pergi tanpa sedikit makanan, menyulitkan syetan dalam memperdayakannya, dan mengekang organ-organ tubuhnya agar tidak berbelok kearah hal-hal yang membawa kerugian dunia dan akhirat. Demikianlah bahwa puasa itu merupakan kendali bagi orang-orang yang bertaqwa, perisai bagi para pejuang dan disiplin untuk berbuat baik.[12]
Tujuan puasa juga adalah melatih seseorang untuk menguasai dan berdisiplin dalam mengatur jiwanya. Sehingga ia akan mampu memimpin jiwanya untuk meraih kebahagiaan dan kebaikannya di dunia dan di akhirat serta menjauhi sifat kebinatangan. Puasa juga mengandung berbagai macam manfaat kesehatan yang direalisasikan dengan mengurangi makan dan mengistirahatkan alat pencernaan pada waktu-waktu tertentu serta mengurangi kolesterol yang jika terlalu banyak akan membahayakan tubuh. Juga manfaat lainnya dari puasa sangat banyak.

C.  Siapa Yang Wajib Berpuasa Ramadhan.

Mengingat puasa ramadhan adalah fardhu 'ain dan termasuk salah satu rukun islam, maka kita harus menetapkan secara ketat atas siapa puasa ramadhan diwajibkan. Para ulama telah ijma' bahwa puasa ramadhan itu diwajibkan bagi setiap orang muslim yang berakal, mukim, mampu dan terlepas dari segala macam halangan. Bagi orang yang non-muslim tidak diwajibkan berpuasa ramadhan, karena seseorang tidak dituntut menunaikan yang cabang jika ia tidak beriman pada pokoknya dan juga tidak sah apabila dikerjakan, sebab ia bukan orang yang berhak untuk melakukan ibadah ini, terlebih dahulu ia diajak untuk memeluk islam. Jika Allah melapangkan dadanya untuk memeluk islam, maka ia pun wajib mengerjakannya, yaitu mulai ia memeluk islam dan tidak perlu baginya mengqadha' puasa-puasa yang telah ditinggalkannya.
Bagi orang yang tidak waras, tidak diwajibkan baginya berpuasa ia tidak tersentuh perintah, larangan, ibadah maupun muamalah. Sedangkan orang yang mengidap penyakit gila pada waktu-waktu tertentu, ia tetap mendapatkan beban kewajiban ketika akal sehat.Sebagian ulama fiqh menganggap sama dengan  orang yang pingsan karena penyakit, kehilangan kesadarannya baik dalam waktu lama maupun sebentar. Selam ia tidak sadar, maka tidak berkewajiban terhadap puasa ataupun shalat. Setelah beberapa hari ia tersadarkan dari pingsanya tidak harus mengqadha' hari-hari yag telah lalu karena ketika itu dia tidak termasuk orang mukhallaf. Namu ada diantara ulama yang berpendapat bahwa ia harus mengqadha waktu-waktu yang ditinggalkanya ketika pingsan, dengan alasan bahwa itu adalah penyakit yang sekedar menutupi akal pikiran namun tidak menghapuskan talkif, karena tidak terjadi dalam waktu yang lama, dan perwaliaan tidak tercabut darinya. Penyakit seperti inipun pernah menimpa beberapa nabi.[13]
Mengenai anak-anak walaupun ia tidak wajib berpuasa tetapi sepatutnya wali menyuruhnya mengerjakan puasa, agar dapat membiasakan diri sejak kecil, agar mampu dan kuasa melaksanakannya.
Sebagaimana sabda Nabi Saw:
  من كا ن اصبح صا ئما فليتم صو مه‘ ومن كا ن اصبح مفطرا فليصم بقية يو مه‘ فكنا نصو مه بعد ذ لك ‘ وتصو م صبيا ننا الصغا رمنهم ‘ ونذ هب إلى المسجد فنجعل لهم اللعمة من العهن فإ ذا بكى أ حدهم من الطعا مأ عطينا ه إيا ه ‘ حت يكنو عندا لا فطا ر ( روه  مسلم )[14]
Artinya: Siapa yang telah berpuasa dari pagi hari hendaklah ia meneruskan puasanya, dan siapa yang dari pagi telah berbuka, hendaklah ia mempuasakan hari yang tinggal. Maka setelah itu kami pun berpuasalah, dan kami suruh anak-anak kami yang masih kecil berpuasa, kami bawa mereka kemasjid, kami buatkan mereka semacam alat permainan dari bulu domba. Maka jika ada diantara mereka yang menangis meminta makan, kami berilah ia alat permainan itu. Demikianlah berlangsungnya sampai dekat waktu berbuka. ( H.R. Muslim).


D.  Orang-orang Yang Uzur Berpuasa

Perbedaan antara hukum buatan manusia dengan hukum buatan Allah. Hukum buatan manusia yang diperuntukkan bagi umat manusia itu memiliki banyak kekurangan, bengkok kadang berlebihan terkadang mengabaikan banyak hal, terkadang benar dan tidak jarang salah. Sedangkan hukum buatan Allah yang maha bijaksana lagi maha mengetahui datang dengan memenuhi segala kebutuhan umat manusia, memperbaiki kehidupan manusia, meluruskan kebengkokan yang  ada pada diri mereka, dengan tetap memperhatikan kelemahan dan unsur kemanusiaannya serta berbagai keadaan yang mempengaruhinya.
Dari sini muncul kemudahan dan toleransi Islam diseluruh syari'atnya, dimana ia tidak membebani para penganut dan yang bernaung padanya dengan hal-hal yang tidak mereka mampu. Dengan demikian, pondasi dasarnya adalah pemberian kemudahan dan keringanan serta peniadaan kesulitan.[15]
Agama islam tidak membebankan sesuatu yang tidak mungkin dipikul oleh umatnya, karena agama islam merupakan sebagai penunjuk jalan bagi umat manusia demi mendapakan keridhaan dari sang Khalik yaitu Allah Swt. Inilah yang membuat agama islam sangat berbeda dengan agama- agama lain, islam memberikan kemudahan bukan membebani bahkan islam memberikan solusi bagi seluruh pemeluknya.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-qur'an:
وما جعل عليكم في الدين  من حرج ( الحج:     )
Artinya: Dan ia sekali-kali tidak menjadikan utuk kalian dalam agama ini suatu kesempitan. (Q.S. Al-Haj: 78).

Allah Swt juga berfirman dalam surat yang lain, yang langsung berkaitan dengan puasa, dimana puasa bukanlah suatu hukuman atau pun beban bagi umat islam karena dalam surat tersebut, Allah Swt mengatakan tidak menghendaki kesukaran bagi umat islam.
ير يد الله بكم اليسر ولا ير يد بكم العسر ( البقرة :      )
Artinya: Allah Swt menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. ( Q.S. Al-Baqarah: 185).
1. Uzur yang mewajibkan pemiliknya berbuka dan haram berpuasa. Jika ia berpuasa, puasanya tidak sah dan tetap harus mengqadhanya. Ini ditetapkan berdasarkan ijma' Inilah uzur yang berkaitan dengan perempuan, yaitu haid dan nifas.
2. Uzur yang membolehkan pemiliknya untuk berbuka, bahkan dalam keadaan tertentu mewajibkan, akan tetapi ia wajib mengqadha. Ini adalah uzur sakit dan safar.
3. Uzur yang membolehkan pemiliknya untuk berbuka, bahkan terkadang mewajibkannya, dan tidak perlu mengqadha namun memberi fidiyah. Itulah uzurnya orang tua renta dan orang yang sehukum dengannya, semisal pengidap penyakit yang tidak ada lagi harapan sembuh.
4. Uzur yang masih diperselisihkan ulama tentang jenisnya; Apakah ia sejenis dengan uzur sakit, orang tua renta, atau memiliki hukumnya sendiri, ini adalah uzurnya orang hamil dan menyusui
5. Uzur orang yang berat unuk melakukan puasa karena jenis pekerjaannya seperti pekerja tambang.[16]

Ada pun kepada kelompok atau orang-orang yang Allah Swt berikan keringanan tersebut, mereka tetap harus menjalankan ketetapan hukum Islam yaitu ada diantara mereka yang harus mengqadha puasa yang ditinggalkan pada hari-hari lain dan ada juga yang harus membayar fidyah.
E.     Hal-hal Yang Disunnahkan Bagi Orang Yang Berpuasa.

Diantara hal yang disunnahkan oleh nabi Saw, bagi orang yang berpuasa adalah sebagai berikut:
1.      Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
Orang yang berpu                                                                Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk menyegerakan atau mendahulukan berbuka bila telah nyata terbenam matahari. Mendahulukan berbuka dianjurkan, karena ia memudahkan dan meringankan manusia, sedangkan mengakhirkanya merupakan sikap berlebihan dalam agama serta menyerupai penganut agama lain  yang berlebihan dalam beragama.
Sebagaimana sabda nabi Saw.
عن سهْل بْن سعد رضي الله عنْه: انّ رسول الله صلّي الله عليْه و سلّم قال:  لايزال النّاس بخيْر ما عجّلوْا الْفطْر (رواه مسلم )[17]
Artinya: Dari sahal bin sa'ad ra, bahwa rasulullah Saw bersabda, seseorang akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka mendahulukan buka puasa. (HR. Muslim).
Makna mendahukan disini adalah ketika hilangnya bulatan matahari dari cakrawala sudah cukup untuk membatalkannya. Dalam hal ini, cukuplah bila ada keyakinan bahwa matahari telah tenggelam.
Dalam hadits yang lain Nabi Saw:
 كا ن رسو ل الله صلى الله عليه وسلم يفطر على ر طبا ت قبل أن يصلي‘ فإ ن لم تكن‘ فعلى تمرات‘ فإ ن لم تكن‘ حسا حسوا ت من ماء
( رواه ابو دا ود )[18]
Artinya: Rasulullah Saw, biasa berbuka dengan beberapa buah kurma basah sebelum shalat, jika tidak ada, maka dengan kurma-kurma kering, Dan jika tidak ada pula, maka diteguknya beberapa teguk air. ( H. R. Abu Daud ).
2.      Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan terbit fajar.  
Sewaktu berpuasa disunnahkan bagi orang yang akan melakukannya untuk bersahur. Sahur adalah hidangan yang dimakan pada waktu sahar (dini hari), yaitu setelah pertengahan malam hingga fajar. Ini dimaksud untuk memberi kekuatan kepada orang yang berpuasa dengan lapar dan dahaganya, khususnya ketika waktu siang lebih lama.
Karena itu nabi  Saw. Bersabda,
عن انس رضي الله عنْه قال: قال رسوالله صلّي الله عليْه و سلّم:  تسخّروْا فانّ في السحوْر بر كة ( رواه مسْلم )[19]
Artinya: Dari anas ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabda: Sahurlah Kalian, Sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah. (HR. Muslim)
Dalam hadits lain yang diterima dari Zaid bin Tsabit ra, katanya: Nabi Saw bersabda tentang waktu sahur.
 تسحّر نا نع  رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم  قمنا إلى الصلاة‘ قلت: كم كا ن قد رما بينهما؟ قال : خمسين اية ( رواه مسلم )[20]
Artinya: Kami makan sahur bersama Rasulullah Saw, lalu kami berdiri untuk melakukan shalat. Saya tanyakan: Berapa kira-kira jarak antara keduanya? Ujar Nabi: Lima puluh ayat. ( H. R. Muslim).
Diantara berkah santap sahur adalah selain memberikan santapan kepada kaum muslimin yang bersifar materi, ia juga memberikan santapan ruhani, dengan amalan zikir, istiqfar dan do'a diwaktu yang penuh berkah ini. Waktu sahur adalah saat rahmat diturunkan. Harapannya, semoga ia termasuk orang-orang yang senang memohon ampun pada waktu sahur. Mengakhirkan sahur berguna untuk memendekkan waktu lapar dan waktu menahan diri.
3.      Memperbanyak amal kebaikan,
Terutama menjaga shalat lima waktu tepat pada waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal kebajikan lainnya. Pada setiap bulan ramadhan hubungan seorang muslim dengan kitabullah selalu mengalami pembaharuan, sehingga ramadhan disambut dengan bacaan, pendalaman, pemahaman, perhatiaan, pembenaran dan pengamalan al-qur'an.
Pada hari pembaharuan hubungan kaum muslim dengan kitabullah serta pengamalan mereka terhadapnya disegenap aspek kehidupan mereka, dengan memerangi musuh dan menyembah Allah. Semua hati yang ada disekeliling Al-qur'an senantiasa tertuju kepadanya. Dan padanya pula ilmu pengetahuan berpijak serta darinya semua hukum disarikan. Pada hari dimana semua itu terealisasikan bagi kaum muslimin, akan terwujud pula kemuliaan untuk mereka, kehormatan serta kepemimpinan.
Di dalam Al-quran terkandung penjelasan yang sangat jelas mengenai petunjuk dan pembeda, yang membedakan yang hak dan yang bathil. Oleh karena itu, Allah Swt memperjelaskan hikmah dan pengkhususan bulan ramadhan dengan syari'at puasa melalui firmannya:
شهر رمضان الذي أنزل فيه القرءان هدى للناس وبينات من لهدى والفرقان فمن شهد منكم الشهر فليصمه  ( البقرة :            )
Artinya:  (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. ( Q.S. Al-baqarah: 185 ).
Al-qur'an merupakan kitab umat islam yang abadi, pedoman untuk menyelamatkan mereka dari kegelapan, menuju sinar yang terang benderang. Lalu menggantikan keadaan takut mereka dengan rasa aman. Dia berikan tempat bagi mereka dimuka bumi ini, serta dia berikan sendi-sendinya dengan inti mereka menjadi umat yang sebelumnya tiadak pernah diperhitungkan. Dimana tanpa sendi-sendi tersebut, umat islam tidak akan menjadi umat terbaik dan tidak akan mendapat tempat dimuka bumi. Maka, minimal wujud rasa syukur kepada Allah atas nikmat Al-qur'an ini adalah dengan memenuhi seruan Allah untuk berpuasa pada bulan yang didalamnya diturunkan Al-qur'an.
4.   Menghindari dari omong kosong dan mencaci.
Orang yang berpuasa seyogjanya selalu meningkatkan diri berusaha menghindari dari sikap yang sia-sia, omong kosong, berkata jorok, kasar, bertindak bodoh serta mencaci maki, karena lisan merupakan sumber dari dosa. Orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah yang selalu menghindari pembicaraan tidak berarti dan senantiasa menghiasi diri dengan adab-adab islam dalam setiap ucapan mereka.
Orang yang puasa harus mempuasakan juga anggota tubuhnya dari segala macam perbuatan dosa, lisannya dari dusta, kata-kata keji, sumpah palsu serta kata-kata yang tidak bermanfaat. Setiap muslim dilarang mengerjakan semua hal yang buruk, terlebih lagi ketika ia dalam keadaan beribadah puasa.
5.      Manfaatkan hari-hari ramadhan untuk zikir, taat dan berderma.
Ramadhan adalah salah satu musim untuk berbuat kebaikan. Amal shaleh akan dilipat gandakan, ampunan dapat kita harapkan dan keinginan terhadap kebaikan meningkat. Orang yang benar-benar terhalang adalah mereka yang dihalangi dari rahmat Allah  pada bulan ini. Rahmat Allah hanya diperoleh dengan menyambut-Nya, berusaha keras mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya dan beribadah dengan sebaik-baiknya.
Diantara bentuk ketaatan dibulan ramadhan adalah memperbanyak zikir kepada Allah, istighfar, membaca do'a, tilawah Al-qur'an, serta berusaha untuk senantiasa shalat berjamaah. Hal ini dianjurkan pada semua muslim disetiap waktu, namun dibulan ramdahan lebih dianjurkan, agar bulan yang mulia ini tidak beranjak meninggalkannya sehari demi sehari, sementara ia tidak mendapat ampunan dan pembebasan dari neraka sedikit pun, padahal tiap malam ramadhan banyak orang yang Allah bebaskan dari api neraka.
Diantara hal penting yang perlu diperhatikan oleh seorang muslim dibulan ramdhan adalah berderma, melakukan kebajikan, mempersembahkan hal ma'ruf  kepada orang lain serta memberi makan. Atas dasar itulah, kaum muslimin sejak dahulu biasa memberikan hidangan-hidangan untuk berbuka puasa bagi para kaum muslimin lainnya dibulan ramadhan, karena hal ini akan menjanjikan pahala yang sangat besar.
F. Puasa Yang Diharamkan Dan Dimakruhkan

Tidak semua puasa terpuji dan dituntut dalam islam. Puasa merupakan ibadah, jadi setiap ibadah tidak diterima selain dengan ketetapan syariat. Apapun yang dilarang syariat bukan ibadah, tetapi maksiat. Apabila pelarangannya bersifat larangan yang tegas, jika larangan itu tidak tegas sifatnya, maka pengamalannya berhukum makruh. Sedangkan sesuatu yang tidak di syariatkan, maka ia bukanlah ibadah melainkan itu adalah bid'ah.
Salah satu puasa yang diharamkan dalam islam dan disepakati oleh kaum muslim adalah puasa dua hari raya. Barang siapa berpuasa di dua hari ini maka ia telah berbuat dosa. Barang siapa bernazar untuk berpuasa didua hari ini juga tidak boleh mewujudkannya, karena tiada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah
Disebabkan kita tengah menjadi tamu Allah pada dua hari raya ini, maka tidaklah etis jika kita berpuasa pada hari-hari itu. Sebagaiman sabda nabi Muhammad Saw.
عن ابي عبيْد مو لى ابْن اَزْ هر قال: شهدْت العيْد مع عمر بْن الخطّا ب رضي الله عنْه, فجاء فصلى, ثمّ انْصرف, فخطب النّاس فقال: انّ هذيْن يوْمان نهى رسول الله صلى الله عليْه وسلّم عن ْصيا مهما يوْم فطْر كمْ منْ صيا مكمْ, واْلا خر يوْم تاَْكلون فيْه منْ نسككمْ (رواه مسْلم)[21]
Artinya: Dari abu ubaid, hamba sahaya ibnu azhar, dia berkata: Aku menyaksikan hari raya bersama umar bin khatab ra, dia datang lalu shalat, setelah itu dia berdiri dan berkhutbah dihadapan para jamaah. Dia berkata, "sesungguhnya pada dua hari raya ini rasulullah Saw melarang kita berpuasa, yaitu hari berbuka setelah kalian berpuasa dan hari untuk makan sembelihan kalian (HR Muslim).


Dilarang berpuas pada hari-hari tasyriq, yaitu tiga hari berturut-turut setelah hariraya aidil adha (11,12 dan 13 Dzulhijjah), berdasarkan hadits yang berasal  dari Nubaisyah Al Hudzali ra:

 عن نبيشة الهذ لي قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ايام التشر يق ايام اكل وشر ب ( وفى رواية ) وذ كر لله ( رواه مسلم )[22]
Artinya: Dari Nubaisyah Al Hudzali ra, dia berkata, Rasulullah Saw bersabd: Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum. (Dalam riwayat lain, dan hari-hari untuk berzikir kepada Allah Swt). (H.R. Muslim).

Manusia dimakruhkan melakukan puasa dahr (puasa terus menerus setiap hari) tanpa sela selain hari-hari yang tidak disahkan berpuasa, yaitu dua hari raya dan hari-hari tasyrik. Mengenai hal ini rasulullah Saw bersabda:

عنْ عبْذ الله بْن عمْرو بْن العاص رضي الله عنْهما قال : تلغالنّبيّ صلّى الله عليْه وسلّم ا ُنّي اَصْم اَ سْرد واُصلّي الليْل, فاِمّا اَرْ سل اِليّ , واِمّا لقيْته, فقال: اَلمْ اُخْبرْ اَنّك تصوْم ولا تفْطر وتصلّي ا لليْل؟ قلا تفعْل, فاِ نّ لعيْنك حظّا, ولاَ هْلك حظّا, فصمْ و اَفْطرْ وصلّ ونمْ وصمْ منْ كلّ عشْرة اَيّامٍ يوْمًا, ولك اجْر تسعهٍ, قال: اِنّي اَجدنيْ اَقْو ىمنْذلك ينبيّ الله قال : فصمْ صيام داود عليْه السلام, قال: وكيْف كان داود يصوْم يا نبيّ الله؟ قال عطاء: فلا ادْر يْ كيْف ذكرصيام الابد, فقال النّبيّ صلّي الله عليْه وسلّم: لا صام منْ صام اْلا بد لاصام منْ صام اْلاَ بد, لا صا م منْ صام اْلاَبد ( رواه مسلم )[23]
Artinya: Dari Abdullah bin amru bin ash ra, dia berkata." Telah sampai kepada nabi Saw bahwa aku berpuasa terus menerus dan shalat sepanjang malam. Adakalanya beliau mengirim utusan kepadaku dan adakalanya aku menemui beliau. Rasulullah barkata, apa benar kamu berpuasa terus menerus  dan shalat sepanjang malam?  Maka janganlah kamu lakukan demikian itu, karena matamu mempunyai hak, dirimu mepunyai hak dan keluarga juga mempunyai hak. Berpuasa dan berbukalah! Shalat dan tidurlah! Berpuasa sehari dalam tiap-tiap  sepuluh hari, maka kamu akan mendapat pahala yang sembilan hari.' Dia berkata,'Sesesungguhnya saya lebih kuat untuk melakukan itu wahai nabiyallah.' Beliau bersabda,' Puasalah kamu seperti puasa Daud As,. Abdullah bertanya," Bagaimana puasa nabi Daud, wahai nabiyallah? Beliau menjawab," Daud berpuasa sehari dan berbuka sehari, dan tidak lari jika bertemu musuh." Abdullah bertanya lagi siapa lagi yang bisa aku contoh, wahai nabiyullah?" Atha' berkata, " Aku tidak tahu bagaimana menuturkan puasa setiap hari terus menerus." Maka nabi berkata,"tidaklah berpuasa orang yang berpuasa terus menerus, tidaklah berpuasa orang yang berpuasa terus menerus tidaklah berpuasa orang yng berpuasa terus menerus." (HR. Muslim)



[1] Abulhasan Ali An-Nadwi, Emapat Tiang Agama, ( Solo: Gema Risalah Press, 2001), hal. 204.

[2]Ibid, hal. 206.

[3] T. A. Lathief Rousydiy, Puasa Hukum Dan Hikmahnya, (Medan: Rimbow, 2002), hal. 49. 

[4] Imam Muslim,  Shahih Muslim, Juz III, ( Beirut: Al Fikr, t.t), hal. 437.

[5] Imam Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz III, ( Beirut: Al-Fikr, t.t), hal.  512.

[6] Imam Muslim, Shahih Muslim,…hal. 440.

[7]Akmal. "Puasa Dalam Islam", http://sahabat sehat.blogspot.com/2007/09/sejarah-puasa.html, diakses 22 November 2008.

[8] Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 418.

[9] Al-Bukhari, Shahih Bukhari,…hal.  205.

[10] Abdullah Mahmud, "Bagaimana Mengisi Ramadhan", Gerimis. 02 September 2008, hal. 13.
[11] Ismail Yunus, Ihya'u 'Ulumi'd-Din, Juz I, Terj  (Mesir: Ma'tabah Al-Halaby, t.t),      hal. 212.

[12]Al-'Allamah Ibnu Qayyim, Zadu 'I-Ma'ad, (Mesir: Al-Maktabah As-Salafiyah, t.t), hal. 152.

[13]Al-Mubdi' Fi Syarah Al-Mugni, ( Istambul: Al-Maktabah Al-Islamiyah, t.t), hal.. 254.

[14]Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 452.

[15] Faihan Al-Muthiri,  Ash- Shaum Wal Iftaar Li Ash-Haabil A'dzaar, ( Beirut: Al-Maktabah Al-Islami, t.t), hal. 21.

[16] Yusuf Qardawi, Fiqih Puasa, Terj. Ma'ruf Abdul Jalil, Wahid Ahmadi dan Jasiman, (Solo: Era  Intermedia, 2001), hal. 89.

[17] Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 429.

[18] Abu Daud, Sunan Abu Daud, Juz IV, ( Mesir: Maktabah Al-Masyahid, t.t), hal. 218.

[19]Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 422.

[20] Ibid. 457.

[21] Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 445.

[22]Imam Muslim, Shahih Muslim,… hal. 447.

[23]Ibid, hal. 445.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar