Senin, 02 Mei 2011

LIFE LONG EDUCATION DALAM PENDIDIKAN ISLAM


 A. Dasar dan Tujuan Life long Education

Dunia semakin hari semakin mengalami perubahan, perubahan itu terjadi secara alami dan karena campur tangan manusia. Perubahan itu pula yang harus membuat manusia semakin peka akan kejadian-kejadian yang ada. Hadirnya berbagai ilmu pengetahuan di dunia ini memudahkan manusia untuk beraktivitas, teknologi yang canggih di dukung oleh komputerisasi membuat manusia semakin terbantu melakukan aktivitasnya, semuanya terasa lebih mudah. Alat komunikasi yang tak mengenal jarak dan waktu semakin memudahkan manusia untuk terus melakukan interaksi dimanapun dan kapanpun. Begitu cepat perubahan dan perkembangan itu terjadi, hal ini menuntut manusia harus terus belajar dimanapun dan kapanpun.
Pada dasarnya manusia dilahirkan kealam dunia ini dalam keadaan fitrah atau suci sesuai dengan hadist Rasululullah Saw:
حدثَنا حاجِب بن الولِي د. حدثَنا محمد بن حرب عنِ الزبيد ي, عن لزهري. اخبرني سعِيْد بن الْمسيب عن اَبِي هريرة :انه آان يقول : ما من مولود الا ي ولَد على الْفطر ة فأبواه :قال رسول الله يهودانه و ينصرانه ويمجسانه )واه مسلم)

Artinya : Dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda: Tiada seorang anakpun yang lahir kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia beragama Yahudi, Nasrani dan Majusi. (H.R. Muslim).[1]

Sejak anak dilahirkan kealam dunia ini sesungguhnya adalah awal manusia mulai belajar, karena di dalam Islam dikatakan bahwa manusia itu belajar sejak ia dilahirkan sampai ia masuk kedalam liang lahat. Sungguh luar biasa ajaran Islam mendidik umatnya untuk terus menuntut ilmu pengetahuan tanpa mengenal usia, selama kita masih bisa menikmati hidup, selama kita masih bisa menghirup udara, selama kita masih bisa bergerak itu artinya kita wajib menuntut ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu ketika seorang anak mulai dilahirkan kealam dunia ini orang tua sudah mulai mengajari anaknya dengan berbagai hal tentunya dengan konsep dan metode yang sesuai dengan usianya.[2]
Belajar sepanjang hayat adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Oleh karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan bahkan masa tua. Bertolak dari fase-fase perkembangan seperti dikemukakan Havinghurst, berimplikasi kepada keharusan untuk belajar secara terus menerus.
Konsep belajar sepanjang hayat atau yang dikenal dengan Long Life education bisa dilakukan dimana saja, mulai dari lingkungan keluarga dimulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, bahkan sampai dengan usia tua, belajar sepanjang hayat juga bisa dilakukan dalam pendidikam formal, dari mulai Taman kanak-kanak, Sekolah dasar, Sekolah menengah pertama, Sekolah menegah atas atau kejuruan, perguruan tinggi. Lahirnya konsep belajar sepanjang hayat adalah bagian dari keprihatinan pada dunia pedidikan yang ada, karena masih banyak masyarakat yang tidak bisa menikmati pendidikan pada dunia formal. Oleh sebab itu belajar sepanjang hayat bisa dilakukan pada kegiatan non formal, misalnya kegiatan pelatihan, kelompok belajar dan lain sebagainya.
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai; artinya tujuan merupakan kehendak seseorang untuk mendapatkan dan memiliki serta memanfaatkanya bagi kebutuhan dirinya sendiri atau orang lain.[3]
Dalam Al-qur’an memang tidak ditemukan secara langsung yang menjelaskan tujuan pendidikan. Namun dapat diinterpretasikan dari beberapa ayat Al-qur’an, mulai ayat yang berbicara tentang kehendak Allah menjadikan manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Berangkat dari adanya kehendak-Nya terhadap manusia itulah yang akan dirumuskan menjadi tujuan pendidikan islam. Sebagaimana firman Allah dala surat al-baqarah ayat 30:
واذقال ربك للملئكة انى جاعل فى ا لارض خليفة قالوا اتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمد ك ونقد س لك قال اني اعلم ما لا تعلمون ( البقرة : ٣٠)

Artinya:  Dan ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah dimuka bumi” mereka berkata: apakah Engkah hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana. Sedangkan kami bertasbih memujimu dan menyucikan nama-Mu?“Dia berfirman sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 30)

Banyak pendapat yang disampaikan oleh para ahli pendidikan tentang tujuan pendidikan Islam. Di antaranya yang pernah ditulis al- Nahlawi bahwa tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia baik secara individual maupun secara sosial.[4]
Al-Qur’an diturunkan kepada ummat manusia untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk ke arah jalan yang diridhai Allah Swt. Demikian pula dengan kedatangan Nabi Muhammad SAW adalah benar–benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, penyuluhan dengan pendidikan Islam. Sedangkan tujuan pendidikan agama Islam pada umumnya adalah identik dengan tujuan hidup manusia Muslim, yaitu untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al- Baqarah 201:
ربناءاتنافي الد نياحسنة وفي الاخرة حسنة وقناعذاب النار(البقرة :٢٠١)

Artinya: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikkan di dunia dan kebaikkan di akhirat dan peluharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Al-Baqarah : 201).

Untuk mencapai tujuan akhir tersebut, manusia harus mengabdikan dirinya kepada Allah Swt dengan cara melaksanakan ibadah kepada-Nya agar menjadi orang yang bertaqwa. Karena tujuan diciptakan manusia adalah untuk menyembah Allah Swt, berdasarkan surat Az-Zariyat 56:
 وما خلقت الجن والا نس الا ليعبدون  (الذاريت :٥٦)
Artinya: Dan aku tidak menjadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. ( QS. az-Zariyat : 56 )

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama sesungguhnya adalah membina manusia untuk beribadah dan bertakwa kepada Allah Swt, sehingga memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
B. Tahapan-Tahapan Life Long Education

a. Pendidikan  sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga.
Tempat belajar yang pertama bagi seorang manusia adalah lingkungan keluaraga, pada tapa inilah tahap yang paling menentukan seorang anak untuk memulai pembelajaran dalam keluarganya.[5] Khususnya dalam ajaran Islam pembelajaran sudah dimulai ketika seorang bayi masih berada dalam rahimnya, dalam konsep ini jelas bahwa Islam memang sangat memperhatikan umatnya untuk senantiasa belajar. Kemudian dalam Islam dijelaskan berdasarkan hadits Rasulullah Saw:
حدثَنا حاجِب بن الولِي د. حدثَنا محمد بن حرب عنِ الزبيد ي, عن لزهري. اخبرني سعِيْد بن الْمسيب عن اَبِي هريرة :انه آان يقول : ما من مولود الا ي ولَد على الْفطر ة فأبواه :قال رسول الله يهودانه و ينصرانه ويمجسانه )واه مسلم)

Artinya : Dari Abu Hurairah r.a. berkata : Rasulullah SAW bersabda: Tiada seorang anakpun yang lahir kecuali ia dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia beragama Yahudi, Nasrani dan Majusi. (H.R. Muslim).[6]

Dalam hadits ini jelas bahwa peran orang tua dalam keluarga sangatlah penting untuk mendidik putra-putrinya, orang tuanyalah yang akan membentuk pribadi anaknya dalam lingkungan keluarga. Belajar sepanjang hayat dalam lingkungan keluarga menurut penulis bisa dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut:

1. Pendidikan pada masa balita.
Materi pendidikan aqidah telah terkemas dalam sebuah disiplin ilmu yang disebut "Ilmu Tauhid". Sebuah disiplin ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara mentauhidkan (mengesakan Allah) dengan dalil-dalil yang meyakinkan. Sedemikian mendasarkan pendidikan aqidah ini bagi anak manusia. karena dengan pendidikan inilah anak akan mengenali siapa Tuhannya, bagaimana cara bersikap terhadap Tuhannya dan apa saja yang harus diperbuat dalam hidup ini sebagai hamba Tuhan. Orang yang belajar aqidah akan tumbuh menjadi manusia yang beriman dan percaya akan Allah SWT dengan segala sifat-sifatnya.
Dalam masa balita orang tua mulai bisa mengajarkan kepada anaknya, sesuai dengan kemampuan serta fase perkembanganya. Misalnya dengan mengajarkan atau melatih anak untuk bisa mengucapkan kalimat syahadat atau kata sederhana serta belajar bicara sesuai dengan ajaran Islam. Orang yang telah memiliki iman, akan tumbuh dalam dirinya karakter takwa, takwa merupakan perwujudan iman dalam tindakan.[7]
Islam menempatkan pendidikan aqidah ini pada posisi yang paling mendasar. la terposisi dalam rukun yang pertama dari rukun Islam yang lima, sekaligus sebagai kunci yang membedakan antara orang Islam dan non Islam. Siapa yang mengikrarkan Dua kalimah Syahadat dan mempedomaninya dalam kehidupan sehari-hari, maka dialah yang pantas menyandang predikat sebagai orang Islam.[8]
Setiap anak manusia dibekali Allah dengan fitrah Islamiah, ia telah terbekali oleh benih ketauhidan dari sisi Allah SWT. Maka kewajiban para orangtua muslim menyelamatkan benih tauhid itu dengan memberikannya pendidikan akidah yang tepat. Benih akidah itu disiraminya dengan baik, dipupuknya dengan baik dan dirawatnya dengan baik pula. Sehingga diharapkan dapat tumbuh dengan subur bagaikan sebatang pohon yang rindang dan tampak keindahannya. Akarnya menghunjam kuat ke dalam tanah, cabang-cabangnya menjulang tinggi ke angkasa dan buahnyapun lebat serta dapat dinikmati oleh setiap orang. Demikian ibarat aqidah yang sudah tertanam dalam sanubari manusia. Semua orangtua tentu menginginkan agar anak-anaknya tumbuh dewasa menjadi insan-insan yang berpribadi muslim sejati.[9]
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
            Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Untuk merealisasi- kannya maka terlebih dahulu orangtua harus menjadi figur yang benar-benar berpribadi muslim sejati. Jangan bertindak munafik Mengharapkan anak-anak menjadi shaleh, sementara dirinya sendiri jauh dari sifat-sifat shaleh. Anak bukanlah benda mati yang tidak bisa memberikan penilaian, merekapun makhluk independen yang memiliki kelengkapan biologis yang sama dengan orangtua. Mereka punya hati, akal, dan kehendak. Mereka enggan melihat kemunafikan sebagaimana orangtuapun enggan melihatnya.[10]

2. Pendidikan pada masa kanak-kanak.
Dalam fase ini orang tua mempunyai peranan penting untuk memberikan pembelajaran pada anak-anaknya, orang tua mulai memberikan pembelajaran misalnya bagaimana mereka menggunakan pakaian atau melepaskannya, mebiasakan anak untuk hidup disiplin dengan cara memberikan contoh misalnya dengan berangkat dan pulang sekolah tepat waktu, belajar dan bermain sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Pada masa ini pembelajaran mengenai hidup bersih juga bisa mulai diberikan misalnya dengan mandi, menggosok gigi, mencuci tangan, membuang sampah pada tempatnya, dan lain sebagainya. Dalam fase ini orang tua bukan hanya memberikan pembelajaran tetapi harus bisa memberikan contoh karena cenderung seorang anak biasanya melakukan sesuatu dari apa yang dilihatnya. Pada masa ini pembentukan karakter juga bisa diberikan misalnya dengan mencium tangan orang tua ketika berangkat dan pulang sekolah disertai mengucapkan salam, menghormati yang lebih tua, membiasakan shalat lima waktu dan lain sebagainya.[11]

3. Pendidikan pada masa remaja.
Masa remaja merupakan masa yang paling rentang, pada fase ini seorang anak cenderung mempunyai sifat labil, oleh sebab itu peranan orang tua dalam memberikan pembelajaran dalam lingkungan keluarga sangatlah penting. Agar pada masa ini bisa berkembang dengan baik, tanpa terpengaruh oleh lingkungan luar, terpengaruh oleh teman-teman bergaulnya. Pada masa ini konsep pembelajaran sepanjang hayat mempunyai peranan penting karena dalam fase ini pula seorang anak akan mulai mencari jati dirinya, mulai mengenal dunia pergaulan, dan cenderung memiliki keinginan untuk punya kebebasan dalam melakukan sesuatu.[12]
Pembelajaran disiplin dan pengwasan serta perhatian dari orang tua sangatlah penting agar anak bisa melakukan aktivitas-aktivitas yang positif serta berkembang secara normal.

4. Pendidikan pada masa dewasa
Konsep belajar sepanjang hayat pada masa dewasa merupakan masa yang penting dilakukan dalam lingkungan keluarga. Pada fase ini seorang anak remaja yang berkembang menjadi manusia dewasa mulai mengenal jati dirinya, bahkan memilki karakter tersendiri. Pada masa ini pula biasanya kecenderungan seseorang untuk menyudahi belajar sangat dominan khususnya perempuan. Diawali selesai masa kuliah, kemudian menikah, punya anak dan memilki keluaraga. Pada masa-masa ini seseorang cenderung lebih memetingkan keluarga, pekerjaan dibadingkan dengan belajarnya. Padahal pada masa ini pembelajaran masih tetap bisa dijalankan. Oleh sebab itu dalam lingkungan keluarga ini orang tua harus bisa memberikan pemahan kepada anak-ankanya agar terus belajar sepanjang hidupnya, baik belajar formal maupun non formal.

5. Belajar pada masa tua atau usia lanjut dalam lingkungan keluarga.
Konsep pembelajaran dalam Islam bahwa belajar tidak mengenal usia, sesuai dengan hadis yang ada pada landasan diatas. Maka sesunggunya pada usia ini seseorang harus tetap belajar, yang tentunya dilakukan dalam keluarga. Pada masa ini orang tua bisa belajar pada anak-anaknya atau pada masa ini orang tua memberikan pembeljaran pada anak-anaknya. Karena sesunggunya belajar sepanjang hayat bukan hanya belajar tapi juga memberikan pembelajaran. Orang tua yang memilki banyak ilmu maka ia akan semakin bijak dalam mengambil keputusan dalam setiap masalah yang dihadapi dalam hidupnya.


b. Pendidikan sepanjang hayat dalam pendidikan Formal.
Belajar sepanjang hayat sangatlah dibutuhkan setiap individu yang membutuhkan ilmu pengetahuan, orang yang menyadari akan pentingnya arti sebuah ilmu maka ia akan berusaha untuk terus melanjutkan pendidikannya sampai dengan jenjang yang paling tinggi sesuai dengan kemampuan yang dimilkinya. Didalam ajaran Islam sesunggunya mencari ilmu pengetahuan adalah kewajiban. Sesuai dengan hadist Rasulullah Saw.

 عن ابي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال :طلب لعلم فريضة عل كل مسلم و مسلمة ( رواه النساء)

Artinya:   Dari abu hurairah RA, nabi Saw, beliau bersabda: Menuntut ilmu itu wajib bagi kaum laki-laki dan perempuan. (HR.  An-Nasai)[13]

Dalam hadits ini sangat tegas di sebutkan atas kewajiban seorang muslim oleh sebab itu apabila kewajiban ini tidak dilakukan oleh seorang muslim maka hukumnya adalah dosa. Dalam Islam juga dikatakan bahwa “Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga”. Sungguh luar biasa bagi orang yang menuntut ilmu pengetahuan yaitu baginya akan dimudahkan jalan menuju surga, oleh sebab itu dengan ini muda-mudahan kita akan semakin termotivasi, karena mendapat keridhaan Allah dan masuk surga adalah dambaan bagi setiap manusia.
Pembelajaran sepanjang hayat (Long Life education) dalam pendidikan formal adalah pembelajaran yang sistematis dan terencana, memiliki tujuan–tujuan khusus sesuai dengan bakat, kemampuan atau jurusan yang diminati oleh pembelajar. Yang termasuk dalam pendidikan formal adalah dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, perguruan tinggi, D1, D2, D3, S1,S2, dan S3.
Pada pendidikan formal setelah seseorang meyelesaikan program sekolah menegah atas atau kejuruan, setiap orang diperbolehkan untuk mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, tak mengenal usia, jenis kelamin, suku dan golongan. Oleh sebab itu hal ini berlaku sampai kapanpun selama sesorang masih memilki keinginan untuk belajar maka selama itu pula banyak kesempatan bagi setiap orang untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi. Maka tidak heran kita sering melihat atau mendengar orang yang sudah berusia tua ada di antara sebagian mereka masih melanjutkan kuliahnya ada yang S1, S2 dan S3. itu artinya pendidikan sepanjang hayat ini memang relevan bagi setiap orang, setiap orang punya kesempatan yang sama, asalkan mempunyai keinginan dan kemampuan.[14]

c. Pendidikan sepanjang hayat dalam pendidikan Non Formal.
Belajar tidak mengenal usia, waktu dan tempat, dimanapun kapanpun kita bisa belajar dari kehidupan ini. Belajar tidak harus dibangku sekolah atau pendidikan formal serta berizazah, tetapi belajar bisa dimana saja, dari berbagai sumber yang berisi tentang pengetahuan. Banyak orang yang belajar ototidak (belajar sendiri) namun mereka lebih berhasil dari orang-orang yang berpendidikan formal, itu artinya belum tentu orang yang berpendidikan formal bisa lebih sukses daripada orang yang tidak berpendidikan formal. Sesungguhnya yang membuat orang menjadi sukses adalah kemampuannya beradaptasi dengan orang lain, komunikatif, pandai begaul, punya kemauan keras dan tentunya skil tidak kalah penting.
Pendidikan non formal tidak mengenal ruang dan waktu, setiap orang bisa belajar kapanpun, orang bisa belajar dari apa yang dilihatnya, di dengarnya, dirasakannya, dialaminya dan lain sebagainya. Konsep pendidikan sepajang hayat pada pendidikan non formal lebih luas dari yang lainnya. Pendidikan non formal ini bisa dilakukan seperti kelompok belajar, organisasi, tempat kursus atau pelatihan, atau ditempat–tempat pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak. Oleh sebab itu sudah seharusnya setiap orang harus terus belajar dari setiap perjalanan hidupnya sampai ajal menjemputnya. Karena ilmu pengetahuan sangat berguna bagi setiap orang walaupun bagi orang yang sudah berusia lanjut sekalipun. Dalam islam dikatakan Allah akan mengangkat orang–orang yang berilmu dan beriman beberapa derajat, itu artinya betapa Allah menghargai orang yang berilmu karena dengan ilmu pula orang akan lebih mampu mengenal Allah dan lebih banyak mendekatkan diri padanya dengan ibadah.[15]


C. Urgensi Life Long Education Dalam Pendidikan Islam

Hakikat manusia menurut al-Qur’an ialah bahwa manusia itu terdiri dari unsur jasmani, unsur akal dan unsur ruhani. Ketiga unsur tersebut sama pentingnya untuk di kembangkan. Sehingga konsekuensinya pendidikan harus di desain untuk mengembangkan jasmani, akal dan ruhani manusia.
Unsur jasmani merupakan salah satu esensi (hakikat) manusia sebagai mana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-baqarah ayat 168:
$ygƒr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qè=ä. $£JÏB Îû ÇÚöF{$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÏNºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4 ¼çm¯RÎ) öNä3s9 Arßtã îûüÎ7B  )البقرة: ١٦٨)

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. ( QS. Al-Baqarah: 168).

 Akal adalah salah satu aspek terpenting dalam hakikat manusia. Akal digunakan untuk berpikir, sehingga hakikat dari manusia itu sendiri adalah ia mempunyai rasa ingin, mempunyai rasa mampu, dan mempunyai daya pikir untuk mengetahui apa yang ada di dunia ini. Sedangkan aspek ruhani manusia di jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat 29:
#sŒÎ*sù ¼çmçF÷ƒ§qy àM÷xÿtRur ÏmŠÏù `ÏB ÓÇrr (#qãès)sù ¼çms9 tûïÏÉf»y  (الحخر : ۲۹)

Artinya: Maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (QS. Al-hijr: 29).

Dalam hal ini Muhammad Quthub menyimpulkan bahwa eksistensi manusia adalah jasmani, akal, dan ruh, yang mana ketiganya menyusun manusia menjadi satu kesatuan.[16]
Manusia merupakan unsur terpenting dalam usaha pendidikan. Tanpa tanggapan dan sikap yang jelas tentang manusia pendidikan akan merasa raba. Bahkan pendidikan itu sendiri itu dalam artinya yang paling asas tidak lain adalah usaha yang dicurahkan untuk menolong manusia menyingkap dan menemukan rahasia alam memupuk bakat dan dan mengarahkan kecendrungannya demi kebaikan diri dan masyarakat. Usaha itu berakhir dengan berlakunya perubahan yang di kehendaki dari segi sosial dan psikologis serta sikap untuk menempuh hidup yang lebih berbahagia dan berarti.
Manusia mengalami proses pendidikan terus berlangsung sampai mendekati waktu ajalnya. Proses pendidikan adalah life long education yang dilihat dari segi kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai proses yang tanpa akhir. Bila dipandang dari segi kemampuan dasar pedagogis, manusia dipandang sebagai “homo edukadum” mahkluk yang harus dididik, atau bisa disebut “animal educabil ” mahkluk sebangsa binatang yang bisa dididik, maka jelaslah bahwa manusia itu sendiri tidak dapat terlepas dari potensi psikologis yang dimiliknya secara individual berbeda dalam abilitas dan kapabilitasnya, dari kemampuan individual lainnya. Dengan berbedanya kemampuan untuk dididik itulah fungsi pendidikan pada hakikatnya adalah melakukan seleksi melalui proses pendidikan atas pribadi manusia.[17]
Dari segi sosial psikologis manusia dalam proses pendidikan juga dapat dipandang sebagai mahkluk yang sedang tumbuh dan berkembang dalam proses komunikasi antara individualitasnya dengan orang lain atau lingkungan sekitar dan proses membawanya kearah pengembangan sosialitas dan moralitasnya. Sehingga dalam proses tersebut terjadilah suatu pertumbuhan atau perkembangan secara dealiktis atau secara interaksional antara individualitas dan sosialitas serta lingkungan sekitarnya sehingga terbentuklah suatu proses biologis, sosiologis, dan psikologis.
Kemampuan belajar manusia sangat berkaitan dengan kemampuan manusia untuk mengetahui dan mengenal terhadap obyek-obyek pengamatan melalui panca indranya. Membahas kemampuan mengetahui dan mengenal tidak dapat terlepas dari filsafat dalam bidang epistimologi. Karena filsfat ini menunjukkan kepada kita betapa dan sejauh mana manusia dapat mengetahui dan mengenal obyek-obyek pengamatan disekitarnya. Apa pengetahuan itu, cara mengetahui, dan memperoleh pengetahuan serta berbagai jenis pengalaman indrawi.
Panca indera manusia adalah merupakan alat kelengkapan yang dapat membuka kenyataan alam sebagai sumber pengetahuannya yang memunkinkan dirinya untuk menemukan hakikat kebenaran yang diajarkan oleh agamanya atau oleh Tuhannya. Panca indera manusia merupakan pintu gerbang dari pengetahuan yang makin berkembang. Oleh karena itu Allah mewajibkan panca indera manusia untuk digunakan menggali pengetahuan.
Dalam hal ini Islam lebih cenderung untuk menegaskan bahwa perpaduan antara kemampuan jiwa dan kenyataan materi sebagai realita merupakan sumber proses “mengetahui” manusia yang keduanya merupakan “kebenaran”menurut ukuran proses hidup manusiawi bukan Ilahi. Kebenaran yang hakiki hanyalah Tuhan sendiri dan kebenaran hakiki inilah yang menciptakan segala kenyataan alami dan manusiawi dengan diberi mekanisme hukum-hukumnya sendiri. Bila Ia menghendaki mekanisme itu bisa di rubah menurut kehendaknya.[18]
D. Implementasi Life Long Education Dalam Kehidupan Manusia

Pendidikan berlangsung dari masa bayi sampai dengan pendidikan diri sendiri pada masa manula. Seperti telah dijelaskan terdapat ciri-ciri khas Pendidikan seumur hidup yang diharapkan menjiwai pendidikan masa kini dan pada masa mendatang.
Ciri-ciri yang dimaksud ialah:
1.      Pendidikan seumur hidup menghilangkan tembok pemisah antara sekolah dengan lingkungan kehidupan nyata diluar sekolah.
2.      Pendidikan seumur hidup menempatkan kegiatan belajar sebagai bagian integral dari proses hidup yang berkesinambungan.
3.      Pendidikan seumur hidup lebih mengutamakan pembekalan sikap dan metode daripada isi pendidikan.
4.      Pendidikan seumur hidup menempatkan peserta didik sebagai individu yang menjadi pelaku utama didalam proses pendidikan, yang mengarah pada diri sendiri, autodidak yang aktif kreatif, tekun, bebas, dan bertanggung jawab, tabah, dan tahan bantingan, dan yang sejalan dengan penciptaan masyarakat gemar belajar.

Disamping ciri-ciri tersebut yang menjadi alasan mengapa Pendidikan seumur hidup perlu digalakkan adalah:
a.       Pada hakikatnya belajar berlangsung sepanjang hidup
b.      Sekolah tradisional tidak dapat memberikan bekal kerja yang coraknya semakin tidak menentu dan cepat berubah
c.       Pendidikan masa balita punya peranan penting sebagai fondasi pembentukan kepribadian dan bagi aktualisasi diri
d.      Sekolah tradisional mengganggu pemerataan keadilan untuk memperoleh kesempatan pendidikan.
e.       Biaya penyelenggaraan sekolah sangat mahal
Kesimpulan dari ciri-ciri tersebut dapat dikemukakan bahwa:
Menurunnya posisi penting keluarga sebagai pendidikan, pergeseran peranan remaja dan orang dewasa, hubungan sosial pekerja dengan pemimpin, meningkatnya emansipasi wanita dan berubahnya konsepsi pria sebagai pencari nafkan, semuanya membawa kepada keharusan akan perlunya penyesuaian dari kedua belah pihak dalam menghadapi kemajuan.
Untuk itu perlu adanya model baru pelayanan yang dapat membekali semua pihak untuk secara terus menerus menggalang diri guna mengatasi tantangan zaman. Model pelayanan yang dimaksud adalah Pendidikan seumur hidup, yaitu sebagaimana yang akan di jelaskan berikut ini:

a. Kemandirian dalam Belajar
Kemandirian dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih-lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari pembelajaran. Konsep kemandirian dalam belajar bertumpu pada prinsip bahwa individu yang belajar hanya akan sampai pada perolehan hasil belajar, mulai keterampilan, pengembangan penalaran, pembentukan sikap sampai kepada penemuan diri sendiri, apabila ia mengalami sendiri dalam proses perolehan hasil belajar tersebut.

b. Alasan yang Menopang
Serempak dengan perkembangan iptek ada beberapa alasan yang memperkuat konsep kemandirian dalam belajar sebagai berikut:
1.      Perkembangan iptek semakin pesat.
2.      Penemuan iptek tidak mutlak benar 100 % sifatnya relative.
3.      Para ahli psikologi umumnya sependapat peserta didik mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak.
4.      Dalam proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogianya tidak dilepaskan dari sikap dan penanaman nilai-nilai kedalam peserta didik.[19]


c. Unsur-Unsur Dalam Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan banyak hal, yaitu:
1.      Subyek yang dibimbing.
2.      Orang yang membimbing.
3.      Interaksi antara peserta didik dengan pendidik.
4.      Kearah mana bimbingan ditujukan.
5.      Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan.
6.      Cara yang digunkan dalam bimbingan.
7.      Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung.
d. Peserta Didik
Ciri khas didik yang perlu difahami oleh pendidik ialah:
1.      Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas sehingga merupakan insan yang unik
2.      Individu yang sedang berkembang
3.      Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi
4.      Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri

e. Pendidik
Yang dimaksud dengan pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik.[20] Peserta didik mengalami pendidikanya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah Orang tua, guru pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.

f. Interaksi Edukatif antara Peserta Didik dengan Pendidik
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujian pendidikan. Pencapai tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasikan isi, metode, serta alat-alat pendidikan.

g. Isi Pendidikan

Didalam sistem pendidikan persekolahan, materi dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapai tujuan. Materi ini meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi ni bersifat nasional yang mengandung misi penendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan. Dengan demikian dan semangat Bhineka Tunggal Ika dapt ditumbuh kembangkan.


h. Konteks yang Mempengaruhi Pendidikan
1. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujian pendidikan. Alat pendidikan dibedakan atas yang preventif dan kuratif:
a.       Yang bersifat preventif yaitu yang bermaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman.
b.      Yang bersifat kuratif yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya ajakan, contoh, nasehat, dorongan, pemberian, kepercayaan, saran, penjelasan, bahkan juga hukuman.[21]

Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang efektif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a.       Kesesuaiannnya dengan tujuan yang ingin dicapai
b.      Kesesuaiannya dengan peserta didik
c.       Kesesuaiannya dengan pendidik sebagai sipemakai
d.      Kesesuaiannya dengan situasi dan kondisi saat digunakan dengan alat tersebut



[1]Imam Abi al Husain Muslim bin al Hajjaaj al Qusairy al Naisabury, Shahih Muslim, Juz II, (Bairut: Dar al Kutub al Ilmiyyah, t.t.), hal. 458.

[2]Abdul Karim Akyawi, At-Tarbiyah wa At-Ta’lim Fi Madrasatil Muhammadiyah, Metode Nabi dalam Mendidik dan Mengajar, Terj. Muhyiddin Mas rida, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), hal. 44.

[3]M. Nasir Budiman, Pendidikan Dalam Perfektif Al-qur’an, (Jakarta: Madani Press, 2001), hal. 11.

[4]Abdul Rahman Al-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, Cet VI, (Jakarta: GIP, 2001), hal 117.

[5]Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 63.

[6]Imam Abi al Husain Muslim bin al Hajjaaj al Qusairy al Naisabury, Shahih Muslim, Juz II,… hal. 458.

[7]Hasyim, Umar. (1983). Cora MendidikAnak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.
Hasyim, Umar. (1983). Cora MendidikAnak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.
Hasyim Umar, Cara Mendidik Anak Dalam Islam, (Surabaya: Bina Ilmu. 2003), Hasyim, Umar. (1983). Cora MendidikAnak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.
Hasyim, Umar. (1983). Cora MendidikAnak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.Hasyim, Umar. (1983). Cora MendidikAnak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.
Hasyim, Umar. (1983). Cora MendidikAnak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.
Hasyim, Umar. (1983). Cora MendidikAnak dalam Islam. Surabaya: Bina Ilmu.168.

 Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
[8]Said Muhammad maulawy, Mendidik Generasi Islami, (Jogyakarta: Izzan Press, 2002), hal. 122. Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
 Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
 Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
 Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
 Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
 Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.

Maulawy, Said Muhammad. (2002). Mendidik Generasi islami. Jogyakarta: Izzan Pustaka.
[9][9]Sudirman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), hal. 144.

[10]M.Nipan Abdul Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), hal. 67.

[11]Abdul Karim bakkar, 75 Langkah Cemerlang Melahirkan Anak Unggul, (Jakarta: Robbani Press, 2004), hal. 50.

[12]Muhammad Syarif Ash-Shawwaf, Tarbiyyah Al-Abna’ Wa  Al-Murahiqin Min Manzhar Asy-Syariah Al-Islamiyyah, Kiat-Kiat efektif Mendidik Anak dan Remaja, Terj. Ujang Tatang Wahyuddin, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), hal. 76.

[13]Imam An-Nasai, Sunan An-Nasai, Juz IV, ( Mesir:Darul Wahaby Asy-Sya’bi,t.t ), hal. 217.

[14]Hasbullah, Dasar-Dasar ilmu Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hal. 144.

[15]Muhammad Ali Murshafi, Mendidik Anak Agar Cerdas dan Berbakti, (Solo: Ziyad Visi Media, 2009), hal. 133.

[16]Muhammad Quthub, Sistem Pendidik Islam, (Bandung: Al-Maarif, 2004), hal. 332.

[17]Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 27.
[18]Redja Mudyahardjo, Filsafat Ilmu Pendidikan, (Bandung: Ramaja Rosdakarya, 2008), hal. 85.

[19]Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,… hal. 168.

[20]Abu Ahmadi dan  Nur Uhbiyati, Ilmu pendidikan. (Jakarta: Rineka cipta, 2001), hal. 96.

[21]Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam,… hal. 97.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar